Jumat, 2 Mei 2025 | 15 min read | Andhika R
Checklist Kepatuhan Keamanan Siber 2025: Panduan Penting bagi Bisnis
Lonjakan insiden siber belakangan ini mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Pada kuartal ketiga 2024 saja, rata-rata global 1.876 serangan siber per organisasi per minggu, naik 75% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ancaman siber yang kian sering dan canggih ini mendorong pemerintah dan otoritas untuk memperketat regulasi keamanan data. UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia, misalnya, mulai berlaku penuh pada 2024 dengan sanksi denda administratif hingga 2% dari pendapatan tahunan bagi pelanggar. Demikian pula secara global, regulasi seperti GDPR di Eropa dapat menjatuhkan denda sampai 4% dari omset global perusahaan yang lalai melindungi data pribadi.
Dalam lanskap yang dipenuhi ancaman dan aturan ketat tersebut, kepatuhan keamanan siber (compliance cybersecurity) semakin penting bagi bisnis dari segala skala. Kepatuhan terhadap standar keamanan TI bukan lagi sekadar formalitas, melainkan pondasi untuk melindungi operasional dan reputasi perusahaan. Artikel ini bertujuan membantu Anda memahami apa itu kepatuhan keamanan siber dan menyediakan checklist komprehensif untuk mengevaluasi kesiapan keamanan TI dan compliance perusahaan Anda di tahun 2025. Dengan panduan ini, diharapkan bisnis Anda dapat proaktif melindungi data dan sistem, serta terhindar dari risiko sanksi hukum maupun kerugian akibat insiden siber.
Apa Itu Kepatuhan Keamanan Siber?
Kepatuhan keamanan siber secara sederhana adalah upaya memastikan bahwa sistem TI dan data perusahaan dikelola sesuai dengan persyaratan keamanan yang ditetapkan oleh aturan, standar, atau kebijakan tertentu. Ini berarti perusahaan mematuhi ketentuan yang berlaku – mulai dari undang-undang pemerintah hingga standar industri – demi menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi. Berbeda dengan praktik keamanan TI secara umum yang berfokus pada proteksi teknis dan operasional, compliance menitikberatkan pada pemenuhan syarat dan dokumentasi formal. Dengan kata lain, keamanan siber adalah tujuan (melindungi aset informasi), sedangkan kepatuhan adalah cara atau kerangka kerja agar tujuan tersebut tercapai sesuai aturan. Suatu perusahaan bisa saja memiliki sistem keamanan canggih tapi jika tidak memenuhi regulasi yang berlaku, maka tetap dianggap tidak patuh. Sebaliknya, sekadar patuh secara dokumen tanpa implementasi nyata juga tidak cukup menjamin keamanan. Idealnya, security dan compliance berjalan beriringan: kepatuhan memberikan panduan minimum, dan keamanan melampaui minimum tersebut untuk menghadapi ancaman nyata.
Dalam praktiknya, terdapat berbagai regulasi dan standar yang mengharuskan kepatuhan bagi bisnis. Di Indonesia, misalnya, berlaku Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Tahun 2022 yang mewajibkan perusahaan melindungi data pribadi pelanggan dengan baik. Secara global, perusahaan yang beroperasi lintas negara perlu mematuhi aturan seperti GDPR di Uni Eropa yang melindungi data pribadi warga Eropa. Selain aturan hukum, ada pula standar internasional seperti ISO 27001 (standar Sistem Manajemen Keamanan Informasi) yang sering dijadikan acuan best practice dan bahkan syarat sertifikasi untuk menunjukkan bahwa suatu organisasi telah menerapkan manajemen keamanan informasi yang memadai. Pematuhan terhadap standar ini membantu memastikan praktik keamanan siber perusahaan terstruktur dan konsisten, sehingga mendukung tercapainya compliance secara menyeluruh.
Dampak Ketidakpatuhan: Risiko Nyata bagi Bisnis
Mengabaikan kepatuhan keamanan siber dapat berakibat serius. Berikut beberapa risiko nyata yang mengintai bisnis yang tidak patuh:
- Denda hukum dan kerugian finansial: Perusahaan berisiko terkena sanksi hukum berupa denda besar ketika melanggar regulasi. Sebagai contoh, pelanggaran UU PDP dapat berujung denda hingga 2% pendapatan tahunan, dan pelanggaran GDPR di Eropa bisa didenda sampai 4% dari total pendapatan global. Selain denda regulator, ketidakpatuhan yang berujung insiden keamanan (seperti kebocoran data) juga menimbulkan biaya pemulihan sistem, investigasi forensik, hingga potensi gugatan hukum dari pihak terdampak. Semua ini berdampak langsung pada keuangan perusahaan.
- Kerusakan reputasi merek: Insiden siber atau terungkapnya kelalaian dalam compliance dapat merusak citra perusahaan di mata publik. Pemberitaan negatif mengenai kebocoran data atau pelanggaran aturan privasi akan menempel pada brand perusahaan. Reputasi yang tercoreng sulit dipulihkan dan dapat mengurangi keunggulan kompetitif di pasar.
- Kehilangan kepercayaan pelanggan: Pelanggan semakin peduli pada perlindungan data mereka. Ketika terjadi pelanggaran keamanan, pelanggan mungkin merasa dikhianati dan enggan melanjutkan hubungan bisnis. Hilangnya kepercayaan ini berujung pada berkurangnya loyalitas, ditinggalkannya layanan, bahkan sulitnya memperoleh pelanggan baru. Singkatnya, ketidakpatuhan dapat menggerus basis pelanggan secara signifikan.
- Gangguan operasional: Ketidakpatuhan sering sejalan dengan kelemahan keamanan yang dapat dimanfaatkan oleh peretas. Serangan siber yang berhasil menembus sistem bisa melumpuhkan operasional bisnis. Sebagai contoh, serangan ransomware pada Pusat Data Nasional Indonesia di pertengahan 2024 sempat menghentikan sejumlah layanan vital. Sistem yang turun atau harus dihentikan sementara untuk penanganan insiden akan mengganggu produktivitas, layanan ke pelanggan terhenti, dan perusahaan berpotensi kehilangan pendapatan selama periode tersebut. Selain itu, perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk pemulihan data dan sistem pasca serangan.
Melihat besarnya dampak di atas, jelas bahwa kepatuhan keamanan siber bukan hal sepele. Risiko finansial, hukum, dan operasional yang ditimbulkan jauh lebih mahal daripada upaya memenuhi compliance sejak awal.
Checklist Kepatuhan Keamanan Siber 2025
Untuk membantu bisnis memastikan mereka sudah berada di jalur yang benar, berikut checklist kepatuhan keamanan siber 2025 yang bisa dijadikan acuan. Daftar ini mencakup area-area krusial yang harus dievaluasi:
Kebijakan dan Prosedur
Setiap organisasi perlu memiliki kebijakan keamanan TI yang formal dan terdokumentasi. Kebijakan ini merupakan landasan aturan internal tentang bagaimana perusahaan melindungi aset digital dan data sensitif. Pastikan kebijakan mencakup hal-hal penting seperti penggunaan kata sandi yang kuat, manajemen perangkat dan jaringan, klasifikasi data, hingga prosedur jika terjadi insiden keamanan. Audit keamanan internal sebaiknya memeriksa apakah kebijakan-kebijakan tersebut sudah ada dan diterapkan secara konsisten. Selain keberadaannya, perhatikan pula pembaruan kebijakan: apakah perusahaan rutin meninjau dan memperbarui kebijakan sesuai dengan perkembangan ancaman terbaru dan perubahan regulasi? Ancaman siber berevolusi cepat, sehingga panduan keamanan pun harus dinamis. Misalnya, kebijakan tahun lalu mungkin perlu direvisi untuk mengakomodasi ancaman ransomware jenis baru atau model kerja jarak jauh. Pastikan juga prosedur pelaksanaan dari kebijakan tersebut jelas bagi karyawan – misalnya prosedur akses VPN, prosedur pelaporan insiden, dan lain-lain. Intinya, kebijakan keamanan TI harus up-to-date dan diketahui serta dipatuhi oleh seluruh elemen perusahaan.
Pengelolaan Akses dan Identitas
Pengendalian akses pengguna ke sistem dan data perusahaan adalah komponen penting dalam compliance keamanan. Pertama, terapkan multi-factor authentication (MFA) untuk semua akun kritikal (email perusahaan, VPN, sistem keuangan, dll.). MFA menambahkan lapisan verifikasi ekstra selain kata sandi, sehingga jika kata sandi bocor sekalipun, akun tidak mudah disusupi. Berdasarkan data Microsoft, penerapan MFA dapat menghalau hingga 99,9% serangan otomatis yang mencoba membobol akun. Ini menunjukkan betapa efektifnya MFA sebagai langkah perlindungan. Kedua, terapkan prinsip least privilege dalam pengaturan hak akses. Setiap karyawan atau pengguna sistem seharusnya hanya memiliki akses sebatas yang mereka perlukan untuk menjalankan tugasnya. Hindari memberikan hak admin secara berlebihan. Misalnya, staf HR tidak perlu akses ke server produksi, dan sebaliknya tim IT tidak semestinya melihat data keuangan jika tidak relevan dengan pekerjaannya. Lakukan review berkala atas daftar akses: cabut atau atur ulang akses pengguna yang sudah tidak sesuai (misal, karyawan yang pindah posisi atau keluar dari perusahaan). Dengan manajemen akses dan identitas yang ketat, risiko kebocoran data internal maupun penyalahgunaan akun dapat ditekan seminimal mungkin.
Perlindungan Data
Data – terutama data sensitif seperti data pribadi pelanggan, data keuangan, rahasia dagang – adalah aset yang wajib dilindungi secara teknis. Pastikan perusahaan menerapkan enkripsi terhadap data sensitif, baik saat data at rest maupun data in transit. Data at rest (data yang tersimpan, misal di database, server, atau perangkat penyimpanan) sebaiknya dienkripsi dengan algoritma yang kuat sehingga jika terjadi akses tidak sah, data tersebut tidak mudah dibaca. Data in transit (data yang dikirim melalui jaringan, misalnya komunikasi email, transfer file, API) wajib dilindungi dengan protokol keamanan seperti HTTPS/SSL atau VPN agar tidak disadap pihak ketiga. Selain enkripsi, kesiapan backup data yang rutin juga bagian dari kepatuhan. Terapkan jadwal backup berkala (harian atau mingguan, sesuai kritikalnya data) dan simpan backup di lokasi terpisah yang aman. Uji pula mekanisme disaster recovery – apakah data cadangan dapat dipulihkan dengan cepat saat terjadi kegagalan sistem, serangan ransomware, atau bencana alam. Compliance di area ini berarti perusahaan memiliki rencana konkrit untuk menjaga keberlangsungan data (business continuity). Beberapa regulasi juga mewajibkan perlindungan ekstra untuk data pribadi; misalnya UU PDP mengharuskan pengendali data memastikan keamanan data pribadi dengan langkah teknis dan organisasi yang memadai. Maka, dokumentasikan langkah-langkah perlindungan data yang diambil perusahaan sebagai bukti kepatuhan, seperti catatan enkripsi apa yang digunakan, seberapa sering backup dilakukan, dan siapa yang bertanggung jawab mengelola data tersebut.
Monitoring dan Audit Berkala
Memiliki sistem keamanan saja tidak cukup tanpa monitoring yang aktif. Perusahaan harus memantau aktivitas jaringan dan sistem secara real-time untuk mendeteksi indikasi intrusi atau anomali sedini mungkin. Implementasikan tools seperti IDS/IPS (Intrusion Detection/Prevention System) atau SIEM (Security Information and Event Management) yang mengumpulkan log dan memicu alarm jika terdeteksi pola mencurigakan. Misalnya, upaya login gagal berulang kali, transfer data dalam jumlah besar secara tiba-tiba, atau akses ke sistem di luar jam kerja normal – semua itu perlu terpantau dan ditindaklanjuti. Selain monitoring otomatis, lakukan pula audit keamanan secara berkala, minimal setahun sekali. Audit bisa mencakup penilaian kerentanan (vulnerability assessment), pengujian penetrasi (penetration testing), dan peninjauan kepatuhan terhadap kebijakan/standar. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada celah keamanan baru yang muncul serta memastikan semua kontrol keamanan masih efektif dan sesuai regulasi. Beberapa standar dan peraturan bahkan mengharuskan audit rutin; misalnya sertifikasi ISO 27001 menuntut audit internal dan surveilans eksternal secara periodik, dan otoritas Indonesia (melalui BSSN) mewajibkan sektor kritis melakukan penilaian diri keamanan informasi tiap tahun. Dengan monitoring terus-menerus dan audit rutin, perusahaan dapat segera mengidentifikasi kelemahan dan melakukan perbaikan sebelum celah tersebut dieksploitasi oleh pihak tak bertanggung jawab. Hal ini menunjukkan sikap proaktif yang juga menjadi bukti keseriusan perusahaan dalam mematuhi compliance keamanan siber.
Pelatihan Kesadaran Siber
Faktor manusia adalah mata rantai terlemah maupun terkuat dalam keamanan siber, tergantung seberapa sadar dan terlatihnya karyawan menghadapi ancaman. Program pelatihan kesadaran siber bagi seluruh staf perusahaan sangatlah krusial dan merupakan bagian dari kepatuhan organisasi terhadap keamanan. Materi pelatihan sebaiknya mencakup pengenalan berbagai jenis ancaman sosial engineering seperti phishing, malware, ransomware, dan scam lainnya. Karyawan perlu diajarkan bagaimana mengenali email phishing yang mencoba mencuri kredensial, apa yang harus dilakukan jika menerima lampiran mencurigakan, serta pentingnya praktik keamanan seperti tidak menggunakan password yang sama untuk banyak akun. Mengingat sebuah studi IBM menemukan 95% insiden keamanan siber diakibatkan oleh kesalahan manusia, meningkatkan kesadaran pengguna internal adalah langkah wajib. Adakan pelatihan secara berkala, misalnya setiap 6 bulan atau minimal setahun sekali, agar pengetahuan karyawan selalu teranyar mengikuti modus serangan terbaru. Selain sesi edukasi formal, perusahaan dapat melakukan simulasi serangan seperti simulasi phishing. Dalam simulasi ini, karyawan dikirimi email jebakan yang dirancang mirip serangan phishing nyata untuk menguji respon mereka. Hasil simulasi dapat membantu mengidentifikasi bagian mana yang masih lemah dan siapa saja yang membutuhkan pelatihan tambahan. Budaya keamanan siber harus dibangun sehingga setiap anggota organisasi, dari staf hingga manajemen, memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga keamanan informasi. Dengan karyawan yang sadar dan terlatih, perusahaan tidak hanya memenuhi elemen compliance terkait pelatihan, tetapi juga memperkuat pertahanan dari dalam.
Kesiapan terhadap Insiden
Terakhir, evaluasi kesiapan perusahaan dalam merespon insiden siber. Kepatuhan keamanan siber menuntut adanya rencana tanggap insiden yang jelas. Pastikan sudah dibentuk tim tanggap insiden (incident response team) atau setidaknya ditunjuk personel lintas fungsi yang akan bertanggung jawab jika terjadi serangan. Tim ini harus tahu peran masing-masing – siapa yang menilai situasi teknis, siapa yang mengkomunikasikan ke manajemen dan publik, dan siapa yang berkoordinasi dengan penegak hukum jika diperlukan. Bahkan pemerintah Indonesia kini mendorong pembentukan tim tanggap insiden di berbagai instansi; Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan sektor infrastruktur kritis memiliki Cyber Incident Response Team (CIRT) sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa secara nasional pun kesiapsiagaan insiden dianggap sangat penting. Selain tim, perusahaan harus memiliki SOP mitigasi dan pelaporan insiden siber. SOP ini mencakup langkah-langkah yang segera diambil ketika insiden terdeteksi, misalnya: isolasi sistem yang terdampak untuk mencegah penyebaran serangan, penelusuran forensik awal, hingga pemulihan layanan. Termasuk di dalamnya prosedur untuk melaporkan insiden kepada pihak berwenang dan pengguna yang terdampak dalam jangka waktu yang ditetapkan regulasi. Sebagai contoh, sesuai praktik terbaik global, insiden kebocoran data sebaiknya dilaporkan ke regulator dalam waktu 72 jam. Pastikan detail kontak darurat (tim IT, konsultan keamanan, aparat hukum) telah disiapkan sebelumnya. Latih tim Anda dengan simulasi penanganan insiden (misal simulasi serangan ransomware) agar saat kejadian nyata tidak gugup dan dapat merespon sesuai rencana. Kesiapan yang matang akan mengurangi dampak insiden dan mempercepat pemulihan, sekaligus memenuhi kewajiban compliance bahwa perusahaan memiliki mekanisme penanganan insiden yang memadai.
Framework dan Standar yang Direkomendasikan
Untuk membantu menerapkan checklist di atas, ada sejumlah framework dan standar keamanan informasi yang diakui secara luas. Mengadopsi kerangka ini akan memudahkan perusahaan mencapai kepatuhan (compliance) karena menyediakan panduan best practice. Beberapa yang direkomendasikan antara lain:
- ISO 27001 – Standar internasional untuk Sistem Manajemen Keamanan Informasi. ISO 27001 memberikan kerangka kerja menyeluruh dalam mengelola keamanan informasi, mulai dari penilaian risiko, pengendalian akses, pelatihan, hingga respons insiden. Sertifikasi ISO 27001 sering dijadikan bukti bahwa perusahaan telah mengikuti praktik keamanan kelas dunia, dan membantu memastikan kepatuhan keamanan siber terjaga secara konsisten.
- NIST Cybersecurity Framework – Kerangka kerja yang dikembangkan oleh NIST (otoritas standar AS) yang berfokus pada lima fungsi inti: Identify, Protect, Detect, Respond, dan Recover. Framework ini membantu bisnis memetakan posture keamanan sibernya dan memperkuat area yang lemah. Banyak perusahaan global mengadopsi NIST CSF sebagai panduan untuk meningkatkan keamanan TI sekaligus memenuhi persyaratan compliance di sektor masing-masing.
- COBIT 2019 – Suatu framework Tata Kelola TI yang dikeluarkan ISACA. COBIT 2019 mencakup manajemen dan pengawasan keamanan informasi dalam konteks tata kelola perusahaan yang lebih luas. Dengan COBIT, manajemen puncak dapat memastikan bahwa upaya keamanan siber selaras dengan tujuan bisnis dan memenuhi kewajiban regulatif. Framework ini bermanfaat untuk menilai kematangan (maturity) praktik keamanan dan compliance perusahaan secara periodik.
- Kepatuhan UU PDP (Indonesia) – Selain standar internasional di atas, bagi perusahaan di Indonesia sangat penting mengikuti checklist kepatuhan UU PDP. Pemerintah melalui Kementerian Kominfo dan BSSN telah mengeluarkan panduan dan peraturan turunan terkait pelaksanaan UU No.27/2022 ini. Beberapa poin kunci meliputi: menyusun kebijakan perlindungan data pribadi internal, menunjuk Petugas Pelindungan Data atau Data Protection Officer (DPO) jika skala pemrosesan data pribadi signifikan, melakukan DPIA (Data Protection Impact Assessment) untuk proses berisiko tinggi, serta menyiapkan mekanisme pemenuhan hak subjek data (akses, koreksi, hapus data) dan prosedur pelaporan insiden kebocoran data. Dengan mengikuti framework legal UU PDP ini, perusahaan dapat menghindari sanksi dan sekaligus meningkatkan kepercayaan pelanggan lokal. Selalu pantau pembaruan regulasi dari otoritas, karena kepatuhan hukum adalah elemen fundamental dari keamanan siber perusahaan.
Cara Memulai: Tips Implementasi Checklist
Setelah memahami elemen-elemen checklist di atas, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya dalam lingkungan bisnis Anda. Berikut beberapa tips untuk memulai penerapan kepatuhan keamanan siber secara efektif:
- Menunjuk Pemimpin Keamanan (CISO) atau Tim Khusus: Pastikan ada pihak yang dedicated mengurus keamanan informasi. Idealnya, tunjuk Chief Information Security Officer (CISO) yang bertanggung jawab merancang strategi keamanan dan compliance. Jika perusahaan Anda belum cukup besar untuk memiliki CISO, setidaknya bentuk tim kecil atau tunjuk seorang penanggung jawab (misal manajer TI) yang fokus pada keamanan siber. Dukungan manajemen puncak sangat penting di sini – tetapkan nada bahwa keamanan siber adalah prioritas strategis, bukan sekadar isu teknis.
- Melakukan Penilaian Awal (Gap Analysis): Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap posture keamanan siber perusahaan saat ini dibandingkan dengan checklist dan standar yang berlaku. Identifikasi gap atau celah di mana perusahaan belum memenuhi persyaratan kepatuhan. Misalnya, cek apakah sudah ada semua kebijakan yang dibutuhkan, apakah kontrol teknis seperti enkripsi dan MFA sudah diterapkan, bagaimana tingkat kesadaran karyawan saat ini, dan seterusnya. Penilaian awal ini dapat dilakukan sendiri dengan panduan checklist di atas, atau dengan bantuan konsultan audit keamanan independen untuk mendapatkan perspektif objektif. Hasil gap analysis akan menjadi dasar untuk langkah perbaikan.
- Membuat Rencana Tindakan Berbasis Risiko: Setelah mengetahui celah-celah yang ada, susun rencana kerja untuk menutup celah tersebut. Prioritaskan tindakan berdasarkan tingkat risiko dan dampaknya pada bisnis. Contoh, jika ditemukan bahwa backup data belum berjalan rutin, itu harus menjadi prioritas tinggi karena berdampak pada pemulihan bencana. Tetapkan target waktu (timeline) untuk setiap inisiatif perbaikan, lengkap dengan penanggung jawabnya. Rencana ini sebaiknya mencakup aspek teknis (pemasangan perangkat keamanan, update sistem), aspek organisasional (pembuatan SOP, pelatihan), serta kepatuhan regulasi (pengurusan dokumen atau sertifikasi yang diperlukan). Pendekatan berbasis risiko akan memastikan sumber daya difokuskan ke hal-hal paling krusial terlebih dahulu, sehingga compliance tercapai tanpa mengorbankan keamanan operasional.
- Evaluasi Vendor dan Mitra Bisnis: Kepatuhan keamanan siber tidak berhenti di internal perusahaan saja, tapi juga melibatkan ekosistem bisnis Anda. Lakukan evaluasi terhadap vendor TI dan mitra yang memiliki akses ke data atau sistem perusahaan. Pastikan mereka juga menerapkan standar keamanan yang memadai, karena kelemahan di pihak ketiga dapat menjadi pintu masuk serangan (supply chain attack). Tinjau perjanjian kerjasama untuk memasukkan klausul keamanan data dan kerahasiaan. Mintalah bukti kepatuhan vendor (misal, sertifikat ISO 27001 atau laporan audit keamanan dari pihak ketiga). Jangan ragu untuk melakukan assessment keamanan pada penyedia layanan cloud, vendor software, maupun rekan outsourcing Anda. Dengan memilih mitra yang komit pada keamanan, perusahaan Anda bukan hanya melindungi diri dari risiko eksternal, tetapi juga menunjukkan tanggung jawab dalam rantai pasokan sesuai prinsip compliance cybersecurity secara menyeluruh.
Kesimpulan
Memasuki tahun 2025, kepatuhan keamanan siber bukan lagi pilihan tambahan melainkan sebuah keharusan bagi setiap bisnis. Ancaman siber yang meningkat dan regulasi yang kian ketat menuntut perusahaan proaktif melindungi data serta sistem informasi mereka. Checklist yang telah diuraikan diatas memberikan langkah-langkah konkret yang dapat segera diambil untuk memperkuat postur keamanan sekaligus memenuhi kewajiban compliance. Mulai dari pembenahan kebijakan, pengamanan akses, perlindungan data, monitoring, edukasi karyawan, hingga kesiapan insiden – semua aspek ini saling melengkapi dalam membangun ketangguhan siber perusahaan.
Pada akhirnya, investasi waktu dan sumber daya dalam kepatuhan keamanan siber akan terbayar melalui terjaganya reputasi, keberlangsungan operasional, dan kepercayaan pelanggan. Sebuah insiden besar bisa menjadi pembeda antara perusahaan yang bertahan atau gugur di era digital. Karena itu, tidak ada kata terlalu dini untuk bertindak. Evaluasilah kembali strategi keamanan dan audit keamanan internal Anda menggunakan checklist di atas. Tutup celah yang ditemukan dan pastikan seluruh tim memahami pentingnya kepatuhan. Dengan demikian, bisnis Anda dapat melangkah maju di tahun 2025 dan seterusnya dengan lebih aman, percaya diri, dan resilien terhadap ancaman siber yang ada di depan mata. Segera mulai audit dan perbaikan hari ini – melindungi masa depan bisnis Anda adalah bagian dari kepatuhan yang tidak ternilai harganya.

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Tags: Kepatuhan Siber, Keamanan TI, Audit Keamanan, Perlindungan Data, Compliance Cybersecurity
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

PT. Tiga Pilar Keamanan
Grha Karya Jody - Lantai 3Jl. Cempaka Baru No.09, Karang Asem, Condongcatur
Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta 55283
Informasi
Perusahaan
Partner Pendukung



