Rabu, 29 Oktober 2025 | 7 min read | Andhika R

Cybersecurity Maturity Model: Mengukur Tingkat Kematangan Keamanan Perusahaan

Mengapa Keamanan Anda ‘Hanya Beruntung’ — Mengakhiri Ilusi Keselamatan Siber

Sudah saatnya kita menyikapi realitas keamanan siber dengan kejujuran yang brutal. Di Indonesia, ancaman siber bukan lagi menjadi risiko hipotetis, melainkan sebuah kepastian operasional yang mendesak. Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) secara konsisten menunjukkan ratusan juta anomali lalu lintas siber yang menargetkan infrastruktur digital nasional setiap tahunnya. Angka-angka ini adalah peringatan tegas: perusahaan yang masih beroperasi dengan mentalitas “sebentar lagi—bukan sekarang” berarti perusahaan tersebut menempatkan dirinya dalam posisi yang sangat rentan.

Jika kebijakan dan praktik keamanan siber perusahaan Anda didominasi oleh respons reaktif — seperti memadamkan kebakaran setelah pelanggaran data terjadi, atau baru berinvestasi pada pelatihan setelah menjadi korban phishing — maka sesungguhnya keamanan Anda berada di level ‘beruntung’, bukan ‘matang’. Keberuntungan tidak layak menjadi strategi bisnis. Ini adalah kondisi di mana mitigasi risiko hanya bersifat ad-hoc, tidak konsisten, dan sangat bergantung pada heroisme individu, bukan proses yang terstruktur.

Kondisi ketidakmatangan ini secara langsung memicu pemborosan anggaran keamanan yang kronis. Investasi pada teknologi mahal seringkali sia-sia karena tidak didukung oleh kebijakan yang terintegrasi dan sumber daya manusia yang terlatih. Tingkat kematangan keamanan yang sesungguhnya tidak dinilai dari daftar panjang perangkat keamanan yang dimiliki. Sebaliknya, kematangan sejati berpusat pada seberapa terintegrasi, terukur, dan terprediksi kemampuan organisasi dalam mempertahankan diri dan memulihkan sistemnya. Di sinilah Cybersecurity Maturity Model (CMM) harus dipandang sebagai sebuah mandat bisnis strategis, bukan lagi sekadar alat ukur teknis yang opsional.

Cybersecurity Maturity Model Mengukur Tingkat Kematangan Keamanan Perusahaan.webp

Mendalami CMM — Jembatan dari Kekacauan Menuju Keunggulan Kompetitif

CMM, sebuah kerangka kerja berbasis Capability Maturity Model Integration (CMMI), menawarkan peta jalan yang terperinci untuk membantu organisasi menilai dan meningkatkan postur keamanan mereka. Ini adalah alat diagnostik yang memindahkan fokus dari pertanyaan “Apakah kita aman?” (yang hampir mustahil dijawab) ke “Seberapa matang proses keamanan kita?” (yang sepenuhnya terukur).

  1. Pilar Fundamental CMM: Manusia, Proses, dan Teknologi

Berbeda dengan audit keamanan tradisional yang cenderung berfokus pada kerentanan teknis (teknologi), CMM mengukur kapabilitas organisasi secara holistik. Kematangan keamanan berdiri di atas tiga pilar utama yang saling bergantung:

  1. Proses (Process): Merujuk pada dokumentasi, standar, dan konsistensi operasional keamanan. Apakah ada kebijakan formal, apakah insiden dikelola secara terstruktur, dan apakah kontrol keamanan terintegrasi dengan fungsi bisnis? Standar global seperti ISO/IEC 27001 secara eksplisit membutuhkan definisi dan dokumentasi proses ini.
  2. Manusia (People): Mengukur kesadaran siber, pelatihan, keahlian, dan yang paling penting, governance kepemimpinan (termasuk peran CISO). Keamanan sering gagal di titik manusia. CMM memastikan bahwa karyawan bukan hanya lapisan pertahanan pertama, tetapi juga memiliki budaya keamanan yang tertanam kuat.
  3. Teknologi (Technology): Meliputi infrastruktur keamanan, alat deteksi, kemampuan enkripsi data, dan sistem respons insiden. Kematangan diukur dari bagaimana teknologi tersebut diimplementasikan, dikelola, dan diselaraskan dengan tujuan bisnis, bukan hanya dari jumlah teknologi yang dibeli.

Penggabungan ketiga pilar ini memastikan bahwa peningkatan keamanan bersifat berkelanjutan, tidak hanya berupa quick fix teknis yang cepat usang.

  1. Menjelajahi Lima Level Kematangan: Mengapa Level 3 Adalah Target Minimal

CMM secara universal membagi kapabilitas keamanan ke dalam lima tingkatan, menggambarkan evolusi organisasi dari kondisi reaktif menuju optimasi berkelanjutan.

Level CMMDeskripsi KunciKarakteristik Utama (Gaya Editorial)
Level 1 (Initial / Ad-Hoc)Proses bersifat ad-hoc, kacau, tidak terprediksi, dan sangat bergantung pada individu heroik.Zona Bahaya: Anda hanya menunggu kegagalan. Keamanan ditangani saat ada alarm berbunyi, bukan karena adanya rencana.
Level 2 (Repeatable / Terulang)Beberapa praktik keamanan sudah diterapkan dan bersifat repeatable (dapat diulang), tetapi belum terstandardisasi di seluruh organisasi.Fase Trial-and-Error: Anda memiliki kontrol dasar (misalnya patching), tetapi hanya bersifat lokal dan belum didukung komitmen manajemen formal.
Level 3 (Defined / Terdefinisi)Titik Kritis Bisnis. Proses keamanan terdokumentasi, terstandarisasi, terintegrasi, dan dikelola secara proaktif.Basis Kepercayaan: Keamanan menjadi governed. Organisasi dapat membuktikan kepatuhan dan tanggung jawabnya.
Level 4 (Managed / Terkelola)Proses terukur secara kuantitatif. Metrik kinerja (KPI) digunakan untuk mengontrol, memantau, dan memprediksi efektivitas keamanan.Keamanan Berbasis Data: Keputusan keamanan didasarkan pada analitik dan data kinerja, bukan intuisi semata.
Level 5 (Optimizing / Optimasi)Fokus pada peningkatan berkelanjutan, memanfaatkan otomatisasi dan intelijen ancaman untuk mencapai pencegahan proaktif.Keunggulan Kompetitif: Organisasi memimpin dengan inovasi keamanan dan secara aktif mengoptimalkan proses untuk mencegah jenis serangan baru.
  1. Argumen Bisnis: Mengapa Level 3 Adalah Mandat, Bukan Pilihan

Mencapai Level 3 (Defined) adalah minimum yang harus dicapai perusahaan modern. Kegagalan mencapai level ini memiliki dampak signifikan yang melampaui kerugian teknis:


    1. Kepatuhan Regulasi dan Denda: Dengan diimplementasikannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia, perusahaan di Level 1 atau 2 berisiko tinggi melanggar kewajiban perlindungan data. UU PDP menuntut adanya tata kelola dan kontrol yang terdefinisi—yang persisnya ada pada Level 3 ke atas. Kegagalan ini bukan hanya denda, tetapi potensi krisis kepercayaan publik yang merusak reputasi jangka panjang.
    2. Rantai Pasokan dan Kepercayaan Mitra (Supply Chain Trust): Di industri global, terutama sektor manufaktur, keuangan, dan teknologi, mitra bisnis mulai mewajibkan bukti kematangan siber. Misalnya, standar seperti CMMC (Cybersecurity Maturity Model Certification) di Amerika Serikat telah menjadi syarat wajib bagi vendor yang berbisnis dengan Departemen Pertahanan. Bagi perusahaan Indonesia, CMM yang tinggi adalah izin masuk ke pasar internasional dan penanda keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh pesaing.
    3. Pengurangan Biaya Operasional Jangka Panjang: Meskipun biaya implementasi Cybersecurity Maturity Model di awal tampak besar, ini adalah investasi yang secara dramatis mengurangi total biaya respons insiden dan pemulihan di masa depan. Perusahaan di Level 1 menghabiskan waktu dan sumber daya yang jauh lebih besar untuk membersihkan kekacauan breach dibandingkan perusahaan Level 4 yang mampu mengotomatisasi deteksi dan respons.


  1. Penerapan CMM: Menggunakan Framework yang Populer

Organisasi tidak perlu menciptakan model kematangan dari nol. Mereka dapat memetakan kontrol keamanan mereka ke kerangka kerja yang telah teruji dan diakui secara global:

  • NIST Cybersecurity Framework (CSF): NIST CSF adalah kerangka kerja yang sangat populer yang berfokus pada lima fungsi inti: Identify, Protect, Detect, Respond, dan Recover. Organisasi dapat menggunakan kerangka ini dan menilainya melalui lensa CMM: Apakah proses Identifikasi risiko kami hanya ad-hoc (Level 1) atau terdefinisi secara kuantitatif (Level 4)? (KW: Framework Keamanan NIST vs CMM)
  • C2M2 (Cybersecurity Capability Maturity Model): Dikembangkan oleh Departemen Energi AS, C2M2 sangat fokus pada sektor energi dan infrastruktur penting. Model ini langsung dirancang dengan tingkat kematangan di setiap domain keamanan.
  • ISO/IEC 27001: Standar internasional untuk Information Security Management System (ISMS) ini memberikan dasar yang kuat untuk mencapai Level 3 CMM. Sertifikasi ISO 27001 secara implisit membuktikan bahwa tata kelola keamanan sudah terdefinisi dan terdokumentasi.
  1. Studi Kasus Retoris: Transformasi dari Reaktif ke Proaktif

Bayangkan sebuah bank digital (sektor yang disoroti dalam penelitian akademis di Indonesia) yang beroperasi di Level 2. Mereka memiliki firewall dan antivirus, tetapi insiden phishing yang menargetkan nasabah mereka ditangani secara manual. Respons lambat, komunikasi krisis tidak terstandardisasi, dan analisis akar masalah dilakukan secara terpisah.

Setelah mengadopsi CMM, bank tersebut berinvestasi dalam Cara Menilai Kematangan Keamanan IT yang formal. Mereka menemukan bahwa kekurangan terbesar ada pada pilar Proses dan Manusia. Untuk mencapai Level 3, mereka melakukan:

  1. Standardisasi Proses Respons Insiden: Menggunakan Security Information and Event Management (SIEM) dan mendokumentasikan Playbook respons untuk 10 skenario ancaman teratas.
  2. Peningkatan Tata Kelola: Menetapkan metrik kinerja (waktu rata-rata deteksi dan waktu rata-rata pemulihan) yang dilaporkan langsung kepada dewan direksi, mengubah keamanan menjadi topik governance tingkat tinggi.
  3. Pelatihan Wajib Karyawan: Mengubah pelatihan tahunan menjadi program bulanan berbasis simulasi ancaman nyata.

Perubahan ini memungkinkan bank tersebut bertransisi menjadi Level 3. Insiden phishing yang sama kini memicu respons otomatis dalam hitungan menit, bukan jam, secara signifikan memitigasi kerugian finansial dan menjaga kepercayaan publik. Ini adalah Manfaat adopsi CMMI untuk keamanan yang konkret.

Penutup: Seruan untuk Bertindak — Mengakhiri Ketergantungan pada Keberuntungan

Wawasan dari Cybersecurity Maturity Model adalah sebuah cermin: ini menunjukkan di mana Anda benar-benar berdiri, bukan di mana Anda berharap berdiri. Keamanan siber saat ini adalah kompetisi kecepatan dan efektivitas. Jika Anda tidak tahu di level mana organisasi Anda berada, maka jawabannya mungkin adalah Level 1, dan risiko yang Anda hadapi jauh melampaui toleransi bisnis yang wajar.

Saatnya untuk mengakhiri ketergantungan pasif pada keberuntungan. Mandatkan penilaian kematangan siber yang menyeluruh. Gunakan data tersebut untuk menyusun road map strategis yang jelas, berorientasi pada pencapaian Level 3 Defined, atau bahkan Level 4 Managed.

Keamanan siber bukan lagi departemen di sudut kantor, melainkan fungsi bisnis yang integral. Investasi dalam CMM adalah investasi dalam ketahanan, kepatuhan, dan, pada akhirnya, kelangsungan bisnis itu sendiri. Ambil tindakan sekarang. Jangan tunggu sampai insiden berikutnya mengubah keberuntungan menjadi penyesalan.

Bagikan:

Avatar

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz

Semua Artikel

Artikel Terpopuler

Berlangganan Newsletter FOURTREZZ

Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

Partner Pendukung

infinitixyberaditif

© 2025 PT Tiga Pilar Keamanan. All Rights Reserved.
Info Ordal