Kamis, 30 Januari 2025 | 5 min read | Andhika R

Deepfake Suara dan Ancaman Siber di Tahun 2025: Apa yang Harus Kita Waspadai?

Tahun 2025 diprediksi menjadi tahun yang penuh tantangan dalam hal keamanan siber. Salah satu ancaman utama yang semakin mendapatkan perhatian adalah deepfake suara. Menurut Palo Alto Networks, perusahaan keamanan siber global, manipulasi berbasis suara yang dihasilkan melalui teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif akan menjadi salah satu metode utama peretas dalam melancarkan serangan siber.

Steven Scheurmann, Regional Vice President Palo Alto Networks untuk kawasan ASEAN, menyatakan bahwa ancaman deepfake suara sangat mudah dilakukan oleh peretas. Dalam sebuah diskusi daring yang digelar di Jakarta pada 14 Januari 2025, ia menekankan bahwa peretas cenderung menggunakan cara termudah untuk mengkompromikan sistem keamanan korban.

"Mereka mau menggunakan yang paling mudah untuk berkompromi," ujar Steven, seperti dikutip dari Antara.

Salah satu alasan mengapa deepfake suara menjadi ancaman yang serius adalah kemajuan teknologi AI generatif. Teknologi ini memungkinkan peretas untuk menciptakan suara yang sangat realistis, bahkan sulit dibedakan dari suara aslinya. Figur publik, seperti tokoh politik, selebritas, atau eksekutif perusahaan, menjadi target utama karena data suara mereka mudah diakses dari berbagai sumber, seperti wawancara, pidato, atau konten media sosial.

Steven menambahkan bahwa suara yang dihasilkan melalui deepfake dapat digunakan untuk berbagai kejahatan siber, mulai dari penipuan hingga rekayasa sosial. Kemudahan dalam pembuatan, pengiriman, dan hasil yang cepat membuat metode ini semakin menarik bagi peretas.

"Mudah dilakukan, mudah dikirim, dan mudah mendapatkan hasil," jelasnya.

Ancaman deepfake suara tidak berdiri sendiri. Arthur Siahaan, Technical Solutions Manager Palo Alto Networks Indonesia, menjelaskan bahwa peretas dapat menggabungkan manipulasi suara dengan email phishing untuk menciptakan serangan yang lebih meyakinkan. Pesan elektronik yang dirancang menggunakan AI generatif dapat terlihat sangat otentik, membuat korban lebih mudah terjebak.

Arthur juga memprediksi bahwa modus serangan ini akan semakin populer di tahun 2025, mengingat teknologi yang digunakan peretas terus berkembang. Kombinasi antara email phishing dan deepfake suara membuka peluang bagi peretas untuk menipu individu atau organisasi, mencuri informasi sensitif, atau bahkan melakukan pemerasan.

Baca Juga: Ransomware: Ancaman yang Sudah Ada Sejak 35 Tahun Lalu

Tidak hanya ancaman deepfake suara, Indonesia juga menghadapi berbagai jenis ancaman siber lainnya. Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), lembaga riset keamanan siber, telah mengidentifikasi beberapa ancaman utama yang perlu diwaspadai pada 2025. Ketua CISSReC, Pratama Persadha, menjelaskan bahwa kejahatan siber menjadi semakin kompleks seiring dengan kemajuan teknologi.

Beberapa ancaman utama yang diprediksi akan meningkat di Indonesia meliputi:

  1. Rekayasa Sosial (Social Engineering):
    Teknik ini memanfaatkan kelemahan manusia, seperti rasa percaya atau ketidaktahuan, untuk mendapatkan akses ke informasi sensitif. Contohnya adalah serangan phishing melalui email atau pesan instan yang tampak seperti komunikasi resmi.
  2. AI Generatif atau Agen AI yang Adaptif:
    AI generatif tidak hanya digunakan untuk menciptakan deepfake suara, tetapi juga untuk menghasilkan konten manipulatif lainnya, seperti gambar, video, atau bahkan dokumen. Agen AI yang mampu beradaptasi dapat menjadi ancaman serius karena dapat belajar dan mengubah strategi serangan berdasarkan respons korban.
  3. Ransomware Otomatis:
    Ransomware semakin canggih dan kini mampu menyebar secara otomatis di jaringan. Jenis serangan ini tidak hanya mengenkripsi data, tetapi juga dapat menghancurkan infrastruktur digital organisasi jika tidak segera ditangani.

Pratama menekankan bahwa tantangan keamanan siber di Indonesia akan terus berkembang. “Masih banyak serangan siber yang dihadapi oleh Indonesia,” katanya dalam pernyataan tertulis pada akhir 2024.

Untuk menghadapi ancaman deepfake suara dan kejahatan siber lainnya, Steven Scheurmann menekankan pentingnya pendekatan keamanan siber yang lebih komprehensif. Sistem keamanan tradisional, seperti firewall, tidak lagi cukup untuk mendeteksi ancaman yang semakin kompleks.

Sebagai gantinya, organisasi perlu mengadopsi platform keamanan terpadu yang mampu menganalisis ancaman secara menyeluruh. Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat mendeteksi serangan sebelum menyebabkan kerugian besar.

Steven juga menyarankan untuk meningkatkan kesadaran tentang keamanan siber di kalangan karyawan. “Keamanan bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang manusia yang menjadi bagian dari sistem tersebut,” ujarnya.

Tips Menghadapi Ancaman Deepfake dan Kejahatan Siber

Untuk melindungi diri dari ancaman deepfake suara dan jenis kejahatan siber lainnya, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Verifikasi Informasi Secara Mendalam:
    Jangan langsung mempercayai permintaan yang diterima melalui telepon, email, atau pesan teks, terutama jika melibatkan permintaan uang atau informasi sensitif. Selalu lakukan verifikasi melalui saluran komunikasi resmi.
  2. Tingkatkan Keamanan Digital:
    Gunakan perangkat lunak keamanan yang andal dan pastikan sistem diperbarui secara rutin. Hindari mengklik tautan atau mengunduh file dari sumber yang tidak dikenal.
  3. Pelatihan Kesadaran Siber:
    Organisasi perlu memberikan pelatihan keamanan siber kepada karyawan untuk mengenali ancaman seperti phishing dan deepfake.
  4. Implementasi Sistem Otentikasi Ganda (Two-Factor Authentication):
    Sistem ini menambahkan lapisan keamanan ekstra dengan meminta verifikasi tambahan selain kata sandi.
  5. Laporkan Insiden:
    Jika menduga telah menjadi korban deepfake atau kejahatan siber lainnya, segera laporkan kepada pihak berwenang atau tim keamanan IT.

Tahun 2025 akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi dunia keamanan siber, dengan deepfake suara sebagai salah satu ancaman utama. Kemajuan teknologi AI generatif memberikan peluang baru bagi peretas untuk melancarkan serangan yang semakin sulit dideteksi.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat adopsi teknologi yang terus meningkat, juga menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, mulai dari rekayasa sosial hingga ransomware otomatis. Oleh karena itu, pendekatan keamanan siber yang lebih menyeluruh, edukasi, dan teknologi canggih sangat diperlukan untuk melindungi individu dan organisasi dari serangan yang merugikan.

Dengan kewaspadaan dan tindakan proaktif, kita dapat menghadapi ancaman ini dan menjaga keamanan di era digital yang semakin maju.

Bagikan:

Avatar

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz

Semua Artikel

Artikel Terpopuler

Berlangganan Newsletter FOURTREZZ

Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

Partner Pendukung

infinitixyberaditif

© 2025 PT Tiga Pilar Keamanan. All Rights Reserved.
Info Ordal