ICC Selidiki Dugaan Serangan Siber Rusia sebagai Kejahatan Perang

Ilustrasi berita

Jaksa di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) tengah menyelidiki dugaan serangan siber yang dilakukan oleh Rusia terhadap infrastruktur sipil Ukraina sebagai kemungkinan kejahatan perang. Hal ini dikonfirmasi oleh empat sumber yang mengetahui kasus tersebut kepada Reuters.

Penyelidikan ini merupakan pertama kalinya serangan di dunia maya diselidiki oleh jaksa internasional, yang bisa berujung pada surat perintah penangkapan jika bukti yang cukup terkumpul. Fokus penyelidikan adalah serangan terhadap infrastruktur yang membahayakan nyawa, seperti mengganggu pasokan listrik dan air, memutus koneksi ke petugas tanggap darurat, atau mematikan layanan data seluler yang mengirimkan peringatan serangan udara.

Seorang pejabat ICC yang menolak disebutkan namanya karena penyelidikan belum selesai, mengungkapkan bahwa jaksa ICC bekerja sama dengan tim Ukraina untuk menyelidiki “serangan siber yang dilakukan sejak awal invasi skala penuh” pada Februari 2022. Dua sumber lain yang dekat dengan kantor kejaksaan ICC mengonfirmasi bahwa serangan siber di Ukraina, termasuk yang terjadi pada tahun 2015 setelah penyitaan dan aneksasi Rusia atas Semenanjung Krimea, sedang dalam penyelidikan.

 

Baca Juga: Situs Pemerintah Swiss Diserang Siber Jelang KTT Perdamaian Ukraina

 

Moskow sebelumnya membantah tuduhan serangan siber dan menuduh bahwa tuduhan tersebut adalah upaya untuk menghasut sentimen anti-Rusia. Sementara itu, Ukraina terus mengumpulkan bukti untuk mendukung penyelidikan jaksa ICC. Kantor kejaksaan ICC menolak memberikan komentar pada Jumat, (14/6/2024), namun sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki kejahatan dunia maya, meskipun tidak dapat berkomentar mengenai penyelidikan yang sedang berlangsung.

Serangan siber yang menargetkan sistem kontrol industri, yang menopang sebagian besar infrastruktur industri dunia, jarang terjadi. Namun, Rusia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kapabilitas untuk melakukan serangan semacam itu, kata para peneliti keamanan siber. Kasus ICC ini dipantau dengan ketat karena dapat menjadi preseden bagi hukum internasional.

Hukum internasional yang mengatur konflik bersenjata, seperti yang tertuang dalam Konvensi Jenewa, melarang serangan terhadap objek sipil. Namun, tidak ada definisi yang diterima secara universal mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan perang dunia maya. Pada 2017, para pakar hukum menyusun Manual Tallinn, sebuah buku panduan mengenai penerapan hukum internasional dalam perang siber dan operasi siber.

Para ahli hukum yang diwawancarai oleh Reuters mengatakan bahwa masih belum jelas apakah data itu sendiri dapat dianggap sebagai “objek” yang dilindungi oleh hukum kemanusiaan internasional, dan apakah penghancuran data yang berdampak buruk bagi warga sipil dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang. “Jika pengadilan menangani masalah ini, itu akan memberikan kejelasan besar bagi kami,” kata Profesor Michael Schmitt dari Universitas Reading, yang memimpin proses penyusunan Manual Tallinn.

Schmitt percaya bahwa peretasan terhadap Kyivstar, yang dimiliki oleh perusahaan Belanda Veon, memenuhi kriteria untuk didefinisikan sebagai kejahatan perang. “Anda selalu melihat konsekuensi yang bisa diperkirakan dari operasi Anda. Dan, Anda tahu, itu adalah konsekuensi yang bisa diperkirakan yang menempatkan manusia dalam risiko,” tambahnya.

Badan intelijen Ukraina menyatakan bahwa mereka telah memberikan rincian insiden tersebut kepada penyelidik ICC di Den Haag. Kyivstar mengatakan bahwa mereka menganalisis serangan tersebut melalui kemitraan dengan pemasok internasional dan SBU, badan intelijen Ukraina.

Andhika R.

Andhika R.

Digital Marketing at Fourtrezz
Artikel Teratas