Seiring dengan meningkatnya digitalisasi di sektor perbankan, risiko serangan siber semakin mengancam. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons tantangan ini dengan menerbitkan sejumlah regulasi guna memperkuat ketahanan dan keamanan sistem informasi perbankan di Indonesia. Beberapa ketentuan yang telah dikeluarkan mencakup POJK Nomor 11/POJK.03/2022, SEOJK Nomor 29/SEOJK.03/2022, dan SEOJK Nomor 24/SEOJK.03/2023. Regulasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan tata kelola teknologi informasi di industri perbankan, sekaligus memastikan stabilitas sistem keuangan nasional.

Perkembangan teknologi membuka peluang besar bagi industri perbankan, tetapi juga membawa risiko yang signifikan. Salah satu ancaman utama adalah peretasan sistem perbankan yang dapat mengakibatkan pencurian data sensitif hingga pembobolan rekening nasabah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya penguatan infrastruktur keamanan siber dalam perbankan. “Ancaman ini tidak hanya berpotensi mengganggu operasional bank, tetapi juga dapat merusak reputasi industri perbankan serta mengancam stabilitas sistem keuangan nasional,” ujarnya di Jakarta, Minggu (9/2/2025).

Baca Juga: Meningkatnya Ancaman Siber dalam Dunia Game: Fokus pada Roblox

Dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, OJK menegaskan bahwa peran Chief Information Security Officer (CISO) dalam setiap bank menjadi sangat krusial. CISO bertanggung jawab memastikan keamanan sistem perbankan, mengelola risiko siber, serta menerapkan langkah-langkah mitigasi untuk melindungi Infrastruktur Informasi Vital (IIV) dari potensi serangan.

Selain itu, OJK dan Bank Indonesia (BI) telah membentuk Tim Tanggap Insiden Siber Sektor Keuangan (TTIS SK). Tim ini bertugas mengelola serta menangani insiden siber, menjaga kepercayaan publik, serta meminimalkan dampak serangan terhadap stabilitas sistem keuangan.

Kolaborasi lintas sektor pun menjadi keharusan. OJK mendorong kerja sama antara Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUSK), otoritas, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk menciptakan ekosistem keamanan siber yang lebih tangguh. “Langkah strategis ini memungkinkan identifikasi potensi ancaman, respons insiden yang lebih cepat, dan pencegahan risiko yang lebih besar,” tambah Dian Ediana Rae.

Di tengah pesatnya perkembangan ancaman siber, OJK juga mendorong perbankan untuk mengadopsi teknologi terbaru guna memperkuat perlindungan terhadap sistem dan data. Pemanfaatan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), big data, dan blockchain diharapkan dapat meningkatkan keamanan transaksi digital serta mendeteksi ancaman secara lebih dini.

Dengan berbagai langkah strategis yang diterapkan, diharapkan industri perbankan di Indonesia semakin siap menghadapi tantangan siber, melindungi data nasabah, dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.