Jumat, 17 Januari 2025 | 4 min read | Andhika R

Transparansi dan Komunikasi Krisis Jadi Poin Penting dalam Keamanan Siber

Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman serangan siber semakin meresahkan banyak pihak, termasuk perusahaan-perusahaan di Indonesia. Data yang dirilis oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, tercatat sebanyak 403.990.813 insiden lalu lintas anomali. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa organisasi di Indonesia masih sangat rentan terhadap serangan siber. Tidak hanya itu, secara global, kerugian akibat kejahatan siber mencapai angka fantastis sebesar USD 8 triliun pada tahun yang sama. Realitas ini menegaskan betapa pentingnya langkah proaktif untuk menangani ancaman ini.

Namun, sebuah fenomena yang mengkhawatirkan adalah kecenderungan perusahaan untuk menutupi insiden serangan siber yang mereka alami. Meski strategi ini sering kali dimaksudkan untuk melindungi reputasi perusahaan, langkah tersebut dapat membawa dampak negatif yang lebih besar, baik terhadap perusahaan itu sendiri maupun terhadap ekosistem bisnis secara keseluruhan. Sebaliknya, transparansi dalam menangani insiden serangan siber dapat membantu membangun kepercayaan publik dan mempercepat pemulihan pasca-serangan.

Dalam situasi darurat seperti serangan siber, komunikasi krisis bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keharusan. Sebuah komunikasi krisis yang dirancang dengan baik dapat memitigasi dampak negatif, memulihkan kepercayaan publik, serta membantu perusahaan bangkit dari keterpurukan. Ibnu Haykal, Direktur Magpie Public Relations, menekankan pentingnya respon cepat, proaktif, dan transparan.

Baca Juga: TNI AU Tingkatkan Pertahanan Siber: Kursus Perdana untuk Prajurit di Bogor

“Respon cepat, proaktif, transparan, dan langkah-langkah konkret sangat diperlukan untuk memulihkan citra dan bisnis yang terdampak,” jelasnya dalam keterangan kepada media.

Komunikasi yang efektif juga mencakup penyampaian informasi yang jelas kepada semua pemangku kepentingan, termasuk pelanggan, mitra bisnis, dan pemerintah. Strategi ini membantu memastikan bahwa mereka memahami langkah-langkah yang telah diambil untuk mengatasi serangan serta tindakan pencegahan di masa depan.

Dalam laporan terbarunya, Magpie Public Relations mengidentifikasi delapan tren komunikasi bisnis yang diperkirakan akan mendominasi tahun 2025. Salah satu tren utama adalah meningkatnya ekspektasi konsumen terhadap etika perusahaan. Sebanyak 83% generasi milenial menyatakan bahwa mereka lebih loyal kepada perusahaan yang menunjukkan komitmen terhadap isu sosial dan lingkungan. Hal ini mendorong perusahaan untuk tidak hanya fokus pada keuntungan semata, tetapi juga berkontribusi terhadap solusi masalah sosial yang relevan.

Selain itu, penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam komunikasi bisnis menjadi tren yang tak terhindarkan. AI memungkinkan perusahaan untuk memahami preferensi dan perilaku konsumen melalui analisis data dan social listening. Dengan bantuan teknologi ini, perusahaan dapat mempersonalisasi pesan, mengotomatiskan tugas-tugas komunikasi, serta menciptakan pengalaman yang lebih relevan bagi konsumen, terutama generasi milenial. Menurut Magpie, sekitar 80% bisnis telah mengadopsi atau berencana mengadopsi AI dalam strategi komunikasi mereka pada tahun 2025.

Kendati transparansi sangat penting, banyak perusahaan masih ragu untuk membuka informasi terkait insiden serangan siber. Mereka khawatir bahwa pengungkapan ini dapat merusak reputasi perusahaan, menurunkan kepercayaan pelanggan, atau memicu kerugian finansial lebih lanjut. Namun, menyembunyikan fakta seringkali justru memperburuk situasi. Publik yang merasa dikhianati karena kurangnya informasi dapat kehilangan kepercayaan, dan dampaknya bisa jauh lebih merusak dibandingkan dengan pengungkapan awal.

Dalam kasus serangan siber, langkah pertama yang harus dilakukan perusahaan adalah memastikan bahwa sistem mereka telah diamankan. Setelah itu, mereka perlu memberikan penjelasan yang jujur dan terbuka kepada publik tentang apa yang terjadi, apa yang telah dilakukan untuk mengatasinya, dan langkah-langkah yang diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Transparansi semacam ini tidak hanya membantu memulihkan kepercayaan, tetapi juga menunjukkan bahwa perusahaan bertanggung jawab terhadap pelanggan dan mitra bisnis mereka.

Di era di mana informasi menyebar dengan cepat, membangun dan menjaga kepercayaan menjadi semakin menantang. Perusahaan harus mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif dan strategis untuk menghadapi ancaman siber serta dampaknya terhadap reputasi mereka. Dengan menerapkan prinsip komunikasi krisis yang efektif, transparansi, dan pemanfaatan teknologi modern seperti AI, perusahaan dapat lebih siap menghadapi tantangan ini.

Selain itu, perusahaan juga perlu meningkatkan kesadaran di antara karyawan tentang pentingnya keamanan siber. Pelatihan reguler, simulasi serangan siber, dan implementasi kebijakan keamanan yang ketat dapat membantu mengurangi risiko serangan di masa depan.

Dengan mengutamakan transparansi dan kepercayaan, perusahaan tidak hanya dapat mengatasi dampak serangan siber, tetapi juga memperkuat posisi mereka di pasar. Langkah-langkah ini, jika diterapkan dengan konsisten, akan membantu menciptakan ekosistem bisnis yang lebih tangguh dan berkelanjutan di era digital.

Bagikan:

Avatar

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz

Semua Artikel

Berlangganan Newsletter FOURTREZZ

Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

Partner Pendukung

infinitixyberaditif

© 2025 PT Tiga Pilar Keamanan. All Rights Reserved.
Info Ordal