Jumat, 7 November 2025 | 10 min read | Andhika R
Cost Center vs. Profit Center: Sampai Kapan Keamanan Siber Dianggap sebagai Beban, Bukan Nilai Jual?
Gugatan Terhadap Pola Pikir Usang yang Mengancam Nilai Perusahaan
Sudah saatnya kita hentikan sandiwara ini. Label ‘cost center’ yang secara historis dan kaku melekat pada departemen keamanan siber adalah warisan dari era bisnis yang sudah usang dan terbukti menjadi liability strategis. Dalam konteks ekonomi digital, di mana data bukan lagi sekadar informasi melainkan kapital utama, pola pikir yang menempatkan pertahanan digital semata-mata sebagai biaya operasional (beban) yang tak terhindarkan, alih-alih sebagai pencipta nilai (aset) dan keunggulan kompetitif, adalah bentuk kelalaian yang tidak dapat ditoleransi.
Kelalaian ini termanifestasi dalam anggaran keamanan siber yang sering kali dipangkas saat perusahaan menghadapi tantangan finansial, seolah-olah risiko siber dapat ditangguhkan atau diabaikan. Ini adalah pandangan yang dangkal. Keamanan siber saat ini harus diangkat dari fungsi teknis pendukung menjadi investasi strategis yang setara dengan riset dan pengembangan (R&D) atau akuisisi pasar. Keamanan siber bukan hanya pertahanan; ia adalah pemungkin inovasi dan keunggulan kompetitif utama yang harus diukur dalam metrik pertumbuhan, bukan hanya metrik pengeluaran.
Artikel ini bukan hanya sekadar perbandingan akuntansi; ini adalah manifesto. Kami menggugat pandangan manajemen yang masih gagal memahami bahwa kegagalan untuk mengukur dan mempromosikan nilai bisnis keamanan siber sama dengan menerima kerugian finansial di masa depan. Sampai kapan perusahaan akan terus membayar biaya yang jauh lebih mahal akibat insiden, hanya karena enggan berinvestasi secara strategis? Jawabannya terletak pada transformasi pandangan dari beban (cost center) menjadi nilai jual (profit center).

Melucuti Mitos: Mengapa Logika Cost Center Tidak Berlaku Lagi dalam Ekonomi Data
Pandangan tradisional mendefinisikan Cost Center sebagai unit yang menghasilkan biaya tanpa berkontribusi langsung pada pendapatan. Tim keamanan siber dianggap pas sebagai cost center karena pengeluaran mereka, mulai dari lisensi perangkat lunak, pelatihan karyawan, hingga gaji spesialis dan biaya compliance, tampak di neraca sebagai pengeluaran murni.
Namun, argumen ini memiliki cacat fundamental dalam konteks digital, terutama setelah regulasi perlindungan data global seperti GDPR atau kebijakan perlindungan data lokal semakin ketat.
A. Biaya Insiden yang Tak Terhingga
Kerugian yang timbul dari insiden siber jauh melampaui biaya pencegahan. Data global secara konsisten menunjukkan bahwa rata-rata biaya pemulihan setelah serangan siber, ditambah dengan denda regulasi, biaya litigasi, dan kerugian reputasi, seringkali melebihi total anggaran keamanan siber tahunan perusahaan. Sebagai ilustrasi, pertimbangkan perusahaan yang mengalami kebocoran data. Kerugian tersebut mencakup:
- Biaya Langsung: Forensik digital, pemulihan sistem, notifikasi pelanggan, dan biaya hukum.
- Biaya Tidak Langsung: Penurunan produktivitas selama downtime, hilangnya peluang bisnis, dan sanksi denda regulasi yang bisa mencapai jutaan Dolar.
- Kerugian Market Cap: Investor merespons kegagalan keamanan dengan segera menjual saham, menyebabkan hilangnya nilai perusahaan (shareholder value) dalam semalam.
Oleh karena itu, pengeluaran untuk investasi keamanan siber yang kuat sebenarnya adalah mitigasi biaya terbesar. Jika dihitung dengan benar, pengeluaran tersebut berfungsi sebagai benteng pertahanan finansial yang melindungi seluruh revenue perusahaan dari kehancuran yang tak terduga. Cost Center menunjukkan kekurangan visi strategis dalam manajemen risiko, bukan kekurangan nilai pada fungsi keamanan. Perusahaan yang melihat keamanan sebagai biaya adalah perusahaan yang tidak menyadari seberapa besar nilai yang sedang mereka lindungi.
Menetapkan Manifes: Keamanan Siber Sebagai Profit Center
Mentransformasikan departemen keamanan siber menjadi profit center memerlukan pergeseran narasi yang radikal, dari sekadar proteksi menjadi performansi dan penciptaan nilai. Peran CISO bergeser dari "Penjaga Gerbang" menjadi "Arsitek Nilai Bisnis."
A. Kepercayaan (Trust) sebagai Mata Uang Bisnis
Di pasar yang semakin matang dan konsumen yang semakin sadar data, keamanan bukan lagi fitur tersembunyi; ia adalah nilai jual utama. Perusahaan yang dapat secara transparan menunjukkan kepatuhan keamanan yang superior (melampaui standar wajib) dan memiliki rekam jejak yang solid dalam melindungi data, mendapatkan keuntungan yang jelas.
- Pembeda Pasar (Market Differentiator): Dalam industri Business-to-Business (B2B), sertifikasi keamanan canggih (seperti ISO 27001, SOC 2 Type II, atau kerangka siber NIST) seringkali menjadi persyaratan mutlak untuk memenangkan kontrak besar. Tim keamanan yang efisien memastikan sertifikasi ini diperoleh dengan cepat dan dipelihara dengan baik, secara langsung mempercepat siklus penjualan dan mengamankan pendapatan baru.
- Premium Harga (Pricing Power): Layanan atau produk yang menjamin privasi dan keamanan siber kelas atas berhak menuntut harga premium. Konsumen dan mitra bersedia membayar lebih untuk ketenangan pikiran. Sebagai contoh, penyedia layanan cloud yang menjamin enkripsi data end-to-end terbaik dapat membebankan biaya lebih tinggi dibandingkan kompetitor yang memiliki pertahanan standar.
- Ekspansi Global yang Difasilitasi: Keamanan yang matang memungkinkan perusahaan memasuki pasar dengan regulasi data yang sangat ketat (seperti Uni Eropa dengan GDPR) tanpa hambatan signifikan. Tim keamanan yang proaktif mengubah risiko kepatuhan menjadi keunggulan ekspansi global, membuka revenue stream baru.
B. Mendorong Inovasi dan Kecepatan Pasar (Time-to-Market)
Paradigma lama menyatakan keamanan adalah hambatan *(bottleneck) inovasi. Paradigma baru melihatnya sebagai fasilitator.
Keamanan yang terintegrasi sejak awal pengembangan produk (Security by Design atau DevSecOps) jauh lebih murah dan cepat daripada mencoba memperbaiki kerentanan di tahap akhir. Tim keamanan yang efektif harus berkolaborasi erat dengan tim pengembangan produk (Product Development) untuk:
- Mengurangi Security Debt: Dengan mengidentifikasi dan memperbaiki kerentanan di awal, perusahaan menghindari biaya besar dan penundaan akibat perbaikan darurat di masa depan.
- Mempercepat Adopsi Teknologi: Keamanan yang kuat memberikan kepercayaan kepada manajemen untuk mengadopsi teknologi baru yang berisiko tinggi (seperti Artificial Intelligence atau blockchain) dengan cepat dan aman, memanfaatkan tren pasar sebelum pesaing.
Mengukur Nilai dan Dampak Finansial: Transformasi Metrik Keamanan
Untuk meyakinkan CEO dan CFO bahwa keamanan siber adalah Profit Center, CISO harus berhenti berbicara tentang ancaman (threats) dan mulai berbicara tentang nilai yang dicegah (avoided value) dan pengembalian investasi (ROI).
A. Konsep ROSI (Return on Security Investment)
Karena investasi keamanan sebagian besar bersifat pencegahan, metrik tradisional ROI (yang mengharuskan adanya pendapatan langsung) kurang sesuai. ROSI (Return on Security Investment) adalah metrik yang lebih tepat, karena mengukur nilai kerugian finansial yang berhasil dihindari berkat implementasi kontrol keamanan.
Rumus umum ROSI adalah:
ROSI = ( (ALE x Rasio Mitigasi) - Biaya Solusi ) / Biaya Solusi
- ALE (Annualized Loss Expectancy): Ini adalah estimasi kerugian moneter tahunan dari risiko tertentu. Perhitungannya melibatkan:
- SLE (Single Loss Expectancy): Nilai kerugian moneter dari satu kali insiden.
- ARO (Annualized Rate of Occurrence): Seberapa sering insiden tersebut diperkirakan terjadi dalam setahun.
- Mitigation Ratio: Tingkat efektivitas solusi keamanan dalam mengurangi frekuensi atau dampak serangan (dinyatakan dalam persentase).
Contoh Kasus Penggunaan ROSI: Misalnya, perusahaan menghadapi risiko ransomware dengan ALE sebesar Rp10 Miliar. Perusahaan berinvestasi Rp200 Juta pada solusi endpoint protection baru yang diperkirakan memiliki Rasio Mitigasi 80% (0.8).
Perhitungan ROSI menjadi:
ROSI = ( (Rp10 Miliar x 0.8) - Rp200 Juta ) / Rp200 Juta
ROSI = ( Rp8 Miliar - Rp200 Juta ) / Rp200 Juta
ROSI = 39
Nilai ROSI 39 menunjukkan bahwa untuk setiap Rupiah yang diinvestasikan, perusahaan "menghemat" 39 Rupiah kerugian yang dicegah. Ini adalah bahasa keuangan yang kuat dan persuasif di hadapan Board of Directors.
B. Metrik Outcome-Driven Lainnya
Selain ROSI, CISO harus menyajikan metrik operasional yang secara eksplisit dikaitkan dengan dampak bisnis:
| Metrik Keamanan | Dampak Bisnis (Nilai Jual) |
| MTTD (Mean Time to Detect) | Mengurangi durasi insiden, meminimalkan downtime produksi, dan melindungi revenue continuity. |
| MTTR (Mean Time to Respond/Recover) | Menjamin kelangsungan bisnis (business continuity) dan memulihkan operasi lebih cepat, mengurangi kerugian penjualan. |
| Keberhasilan Audit Kepatuhan | Menghindari denda regulasi (penghematan biaya langsung) dan memperkuat citra trust (nilai jual). |
| Pengurangan Risiko Rantai Pasok | Keamanan yang baik pada vendor (vendor risk management) memastikan tidak ada gangguan terhadap operasi atau manufaktur perusahaan. |
Dengan menggunakan kerangka metrik ini, keamanan siber berhenti menjadi "kotak centang" yang harus dipenuhi, tetapi menjadi pengungkit nilai yang mendukung tujuan strategis perusahaan.
Studi Kasus: Transformasi Keamanan Menjadi Kekuatan Pendorong Bisnis
Untuk memperkuat argumen, penting untuk melihat bagaimana perusahaan berhasil mengubah keamanan siber dari beban biaya menjadi keunggulan. Meskipun tidak menyebutkan nama perusahaan secara spesifik, pola yang muncul dari laporan industri dan jurnal menunjukkan tren yang jelas:
A. Keunggulan Komersial Melalui Cyber Resilience
Sebuah perusahaan jasa keuangan global menyadari bahwa klien korporat mereka sangat sensitif terhadap risiko supply chain siber. Mereka berinvestasi besar pada program Manajemen Risiko Pihak Ketiga (Third-Party Risk Management) dan sistem visibility real-time ke jaringan vendor.
Dampak Profit Center:
- Peningkatan Kontrak: Mereka menggunakan skor keamanan siber (yang tinggi) dan sertifikasi vendor risk management sebagai bagian penting dari proposal penjualan mereka. Hal ini menghasilkan peningkatan 20% dalam memenangkan kontrak enterprise baru dibandingkan pesaing yang hanya menawarkan keamanan standar.
- Premi Asuransi Lebih Rendah: Karena memiliki postur keamanan yang terbukti matang, perusahaan tersebut berhasil menegosiasikan premi asuransi siber yang lebih rendah, menghasilkan penghematan biaya operasional yang signifikan dan terukur.
B. Integrasi Keamanan dan Produk (Security by Design)
Di sektor teknologi dan e-commerce, kegagalan keamanan dapat menghentikan seluruh operasi dan menyebabkan hilangnya kepercayaan pelanggan secara masif. Sebuah platform e-commerce besar mengintegrasikan pengujian keamanan otomatis ke dalam setiap tahap software development lifecycle (SDLC).
Dampak Profit Center:
- Akselerasi Produk: Pengujian keamanan yang cepat dan otomatis memungkinkan peluncuran fitur baru yang kritis di musim belanja puncak (peak season) 25% lebih cepat dibandingkan ketika pengujian keamanan dilakukan secara manual di akhir proses. Akselerasi time-to-market ini secara langsung berkontribusi pada peningkatan pendapatan.
- Mitigasi Kerugian Reputasi: Dengan mengurangi secara drastis jumlah kerentanan kritis yang mencapai produksi, perusahaan menghindari downtime yang tidak perlu dan mempertahankan tingkat kepercayaan pelanggan yang tinggi, melindungi Brand Equity yang sulit diukur namun bernilai triliunan.
Studi kasus ini menunjukkan bahwa investasi keamanan yang strategis bukan hanya mencegah kerugian, tetapi secara aktif menciptakan peluang pendapatan baru dan meningkatkan efisiensi operasional.
Strategi Kepemimpinan: Menjadikan CISO Business Leader
Transisi dari Cost Center ke Profit Center tidak akan terjadi tanpa perubahan fundamental dalam kepemimpinan dan komunikasi C-Level. CISO harus menjadi business leader yang fasih berbahasa keuangan.
A. Narasi yang Berorientasi pada Risiko Bisnis
CISO harus berhenti menggunakan istilah teknis seperti "ancaman zero-day" atau "kebutuhan patching." Sebaliknya, mereka harus menyajikan masalah keamanan dalam kerangka risiko bisnis:
- Bukan: "Kita perlu Rp5 Miliar untuk upgrade firewall."
- Melainkan: "Investasi Rp5 Miliar pada kontrol jaringan baru akan menurunkan potensi kerugian bisnis (ALE) akibat network intrusion dari Rp15 Miliar menjadi Rp3 Miliar, yang berarti ROI Keamanan Siber kita mencapai 300% dalam setahun."
Komunikasi ini menempatkan anggaran keamanan sebagai solusi terhadap masalah keuangan, bukan masalah teknologi.
B. Kemitraan Strategis dengan C-Suite
CISO harus menjalin kemitraan erat dengan:
- CFO (Chief Financial Officer): Bekerja sama untuk menetapkan metodologi ROSI yang dapat diterima dan mengintegrasikan metrik risiko siber ke dalam Risk Appetite Statement perusahaan.
- CMO (Chief Marketing Officer): Mengubah postur keamanan yang kuat menjadi kampanye pemasaran dan branding yang menekankan kepercayaan dan perlindungan pelanggan.
- CIO (Chief Information Officer): Memastikan bahwa tools dan sistem keamanan beroperasi secara efisien, mengurangi friction bagi pengguna dan menghemat waktu tim IT.
Dalam laporan terkemuka, Gartner sering menyoroti bahwa CISO terbaik adalah mereka yang dapat "menjembatani kesenjangan antara risiko teknis dan dampak bisnis." Ini adalah standar baru kepemimpinan yang harus diadopsi.
Penutup: Masa Depan adalah Keamanan yang Menghasilkan Nilai
Keamanan siber bukan lagi sekadar tanggung jawab departemen IT, melainkan sebuah pertimbangan risiko enterprise yang secara langsung memengaruhi profitabilitas, nilai pasar, dan keberlanjutan perusahaan.
Kesimpulannya, perusahaan yang terus melabeli keamanan siber sebagai cost center sedang melakukan bunuh diri strategis. Mereka secara implisit menyatakan bahwa pertahanan digital mereka adalah pengeluaran yang dapat dikorbankan, padahal ia adalah benteng nilai kapital dan pemungkin pertumbuhan.
Transformasi Keamanan Siber dari Beban menjadi Nilai Jual:
- Perubahan Metrik: Beralih dari metrik biaya ke metrik nilai yang dicegah, seperti ROSI, yang berbicara dalam bahasa keuntungan finansial.
- Integrasi Bisnis: Memastikan keamanan tertanam dalam siklus penjualan, pengembangan produk (DevSecOps), dan strategi ekspansi pasar, menjadikannya fitur produk, bukan add-on pasca-insiden.
- Kepemimpinan: CISO harus menjadi business leader yang mengomunikasikan risiko dan return investasi dengan fasih kepada Board of Directors.
Jika Anda menganggap data pelanggan, kekayaan intelektual, dan Brand Equity sebagai aset paling berharga perusahaan, mengapa perlindungan terhadap aset tersebut masih dicatat sebagai beban paling besar? Perusahaan yang berani mengubah narasi ini dan secara eksplisit mempromosikan keamanan siber mereka sebagai jaminan nilai jual, bukan sekadar janji, adalah pemenang sejati di era ekonomi digital. Mereka yang menunda, akan membayar harga yang jauh lebih mahal. Investasi pada keamanan adalah investasi pada masa depan revenue Anda.
Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Tags: Keamanan Siber, Profit Center, Investasi ROSI, Nilai Bisnis, Strategi CISO
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Tags: Korea Utara, Kimsuky, Lazarus, Malware Baru, Ancaman Siber
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.



