Selasa, 17 Juni 2025 | 2 min read | Andhika R
Google: Lebih dari 60% Warga AS Alami Peningkatan Upaya Penipuan Siber Selama Setahun Terakhir
Gelombang kejahatan siber yang terus berkembang kini menargetkan warga Amerika Serikat dengan intensitas yang mengkhawatirkan. Berdasarkan survei komprehensif terbaru yang dirilis Google bersama lembaga riset Morning Consult, lebih dari 60% konsumen di AS melaporkan peningkatan upaya penipuan yang mereka alami dalam satu tahun terakhir.
Yang lebih mencemaskan, sepertiga dari responden menyatakan telah menjadi korban langsung dari pembobolan data (data breach), sementara pelaku kejahatan siber semakin gencar mengejar kredensial pengguna dengan teknik rekayasa sosial yang semakin canggih.
Google mencatat bahwa pesan teks (SMS) kini menjadi metode penipuan paling umum, namun 61% responden juga mengaku menerima email phishing yang dirancang untuk mencuri informasi pribadi mereka. Serangan ini umumnya berupa permintaan mendesak terhadap data sensitif, tautan mencurigakan, dan tampilan email yang sangat menyerupai layanan resmi untuk memancing korban agar membocorkan kredensial mereka.
Menariknya, meskipun lebih dari 80% pengguna merasa yakin dapat mengenali penipuan melalui permintaan data dan tautan mencurigakan, kenyataan menunjukkan bahwa penerapan tindakan pengamanan yang kuat masih sangat bervariasi, terutama di antara kelompok usia yang berbeda.
Ketimpangan dalam adopsi langkah-langkah keamanan ini menciptakan celah yang terus dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber untuk memperoleh akses ilegal ke akun-akun pengguna.
Baca Juga: MedStealer, Malware Mematikan yang Bocorkan 276 Juta Data Pasien Sepanjang 2024
Data dari FBI memperkuat temuan Google. Penipuan daring di AS menyebabkan kerugian mencapai USD 16,6 miliar (sekitar Rp270 triliun) sepanjang tahun lalu meningkat 33% dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan ini menjadi bukti nyata efektivitas operasi pencurian kredensial dan kebutuhan mendesak akan penguatan keamanan digital di semua platform.
Survei juga mengungkap paradoks keamanan yang mengkhawatirkan: mayoritas pengguna, khususnya dari kalangan Generasi X dan Baby Boomers, masih mengandalkan sistem autentikasi berbasis kata sandi, meskipun metode ini sudah lama dikenal memiliki kelemahan terhadap pencurian identitas.
Sementara itu, Generasi Z menunjukkan tren yang lebih baik, dengan lebih banyak menggunakan autentikasi multifaktor (MFA) atau sistem login tanpa sandi (passwordless) seperti verifikasi biometrik dan autentikasi berbasis perangkat.
Google menekankan bahwa edukasi pengguna saja tidak cukup. Dibutuhkan kombinasi dari:
- Penguatan sistem autentikasi modern,
- Penerapan arsitektur zero-trust,
- Deteksi ancaman berbasis kecerdasan buatan (AI),
- Dan pelatihan karyawan serta pengguna dalam mengenali pola serangan terbaru.
Dengan semakin meningkatnya kecanggihan teknik penyerangan, keamanan digital kini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mutlak.
Kejahatan siber di era digital semakin kompleks dan menyasar celah psikologis serta teknis para pengguna. Laporan ini menjadi pengingat bahwa keamanan bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga soal perilaku digital yang cerdas dan sistem yang terus diperbarui.

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Tags: Keamanan Aplikasi, Super App, Pengembang Aplikasi, Keamanan Siber, API Tersembunyi
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.