Indonesia Rentan Terhadap Serangan Siber: Masyarakat dan Perbankan Waspadai Ancaman

Ilustrasi berita

Data baru-baru ini mengungkap bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap serangan siber. Selama satu bulan, tepatnya pada bulan September 2023, negara ini mencatatkan lebih dari 6 juta serangan siber. Dari jumlah tersebut, sekitar 34 ribu serangan dianggap berpotensi mengancam dan berdampak tinggi terhadap keamanan siber masyarakat Indonesia.

Serangan siber bukan hanya berdampak finansial, tetapi juga berpotensi mengganggu infrastruktur, layanan publik, dan kepercayaan masyarakat. “Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap ancaman siber yang semakin meningkat,” ujar Mulia Dewi Karnadi, Country Chief Executive, Indonesia, Ingram Micro, dalam pernyataannya seperti yang dilansir dari Liputan 6.

 

Baca Juga : Pakar Keamanan Siber Ungkap Dugaan Peretasan Situs Kemhan Pakai Malware Stealer

 

Salah satu sektor yang paling sering menjadi sasaran serangan siber adalah perbankan. Dewi Karnadi menjelaskan, “Perbankan menjadi target utama karena menyimpan data dan informasi yang sangat sensitif dan bernilai tinggi, seperti data nasabah, transaksi keuangan, dan sistem pembayaran. Pelaku serangan siber dapat mengakibatkan kerusakan besar dengan mencuri data, uang, atau bahkan melakukan tindakan ransomware.”

Ransomware adalah jenis serangan siber yang mengenkripsi data korban dan meminta tebusan untuk mengembalikannya. Dampak serangan siber pada perbankan sangat luas, termasuk kerugian finansial, reputasi, dan kepercayaan publik. Nasabah bank juga bisa kehilangan uang, data pribadi, atau identitas mereka karena serangan siber.

Melek keamanan siber bukan lagi menjadi pilihan, melainkan suatu keharusan. Ini berarti bahwa tidak hanya perbankan, tetapi juga masyarakat umum, terutama nasabah bank, perlu memiliki pengetahuan tentang keamanan siber. Masyarakat harus tahu cara menjaga keamanan data dan transaksi mereka di dunia maya, termasuk menggunakan kata sandi yang kuat, tidak membuka email atau tautan yang mencurigakan, dan tidak memberikan informasi pribadi kepada pihak yang tidak dikenal. Selain itu, mereka juga harus aktif mengikuti perkembangan teknologi dan regulasi yang berkaitan dengan keamanan siber, seperti standar yang diterapkan oleh Bank Indonesia, seperti Sistem Pembayaran Nasional, Sistem Informasi Debitur, dan Sistem Layanan Informasi Keuangan.

 

Baca Juga : Pakar Keamanan Siber Ungkap Pencurian Data 1,64 TB dari Situs Kemhan Akibat Peretasan

 

Meskipun teknologi semakin canggih dan regulasi semakin ketat, serangan siber tetap sulit dicegah. Ini disebabkan oleh faktor manusia yang masih menjadi penyebab utama serangan siber. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa sekitar 75 persen kasus peretasan atau kebocoran data di berbagai sektor disebabkan oleh faktor manusia, seperti kurangnya kesadaran, keterampilan, atau kehati-hatian dalam menghadapi ancaman siber.

Ancaman serangan siber semakin nyata, dan penting bagi masyarakat dan perbankan Indonesia untuk meningkatkan langkah-langkah perlindungan dan kesadaran terhadap risiko ini.

Andhika R.

Andhika R.

Digital Marketing at Fourtrezz
Artikel Teratas