Selasa, 17 Juni 2025 | 11 min read | Andhika R
Mengapa Perusahaan Rintisan Jadi Target Favorit Hacker?
Seiring berkembangnya ekonomi digital, perusahaan rintisan (startup) tumbuh pesat karena potensi inovasi dan skala bisnis yang cepat. Namun, fenomena ini juga menarik perhatian para penjahat siber. Laporan Kaspersky menyebut Indonesia menerima 902.559 serangan siber hanya dalam seminggu pada pertengahan 2017, dan banyak di antaranya menyasar startup serta e-commerce. Para peretas kini lebih memilih menarget perusahaan kecil dan menengah karena “perusahaan besar telah menginvestasikan besar-besaran dalam keamanan siber, sehingga sulit ditembus”, sementara startup cenderung memiliki sistem yang lebih lemah. Tercatat pula bahwa sektor teknologi, media, dan telekomunikasi (yang banyak diisi startup) menjadi sasaran nomor satu serangan siber di Indonesia. Pendekatan oportunistik pelaku kriminal ini menjadikan perusahaan rintisan target favorit, sebab barrier-to-entry serangan jauh lebih rendah daripada menembus institusi keuangan besar.
Dalam artikel ini kita mengupas alasan mengapa startup rentan terhadap serangan hacker, mulai dari karakteristik khas mereka, apa yang diincar peretas, hingga jenis-jenis serangan yang umum. Selain itu disajikan pula studi kasus nyata, langkah pencegahan, serta rekomendasi tools dan layanan keamanan. Dengan pemahaman menyeluruh tentang ancaman dan strategi keamanan siber, startup dapat lebih siap menghadapi risiko dan cara melindungi data startup secara efektif.
Karakteristik Startup yang Membuatnya Rentan
Startup berbeda dengan perusahaan besar dalam beberapa hal yang justru membuatnya rentan dibobol hacker. Beberapa faktor kunci antara lain:
- Sumber daya dan anggaran terbatas: Banyak startup belum memprioritaskan anggaran untuk keamanan. Mereka sering kali tidak memiliki tim khusus cybersecurity (seperti CSO/CISO) secara penuh waktu, sehingga gap keahliannya lebih besar dibandingkan perusahaan besar.
- Fokus inovasi dan pertumbuhan: Budaya startup yang menekankan kecepatan inovasi seringkali mengorbankan pengujian keamanan. Sistem dan aplikasi dipercepat rilisnya tanpa audit mendalam, sehingga celah mudah muncul.
- Kebijakan keamanan yang lemah: Belum banyak startup memiliki kebijakan keamanan siber formal atau prosedur respons insiden. Studi McKinsey menyebut banyak perusahaan digital (termasuk startup) kurang siap menghadapi krisis siber karena kebijakan belum ditegakkan dengan tegas.
- Kesadaran pegawai rendah: Karyawan startup kadang kurang terlatih dalam menghadapi serangan. Lebih dari 70% kasus kebobolan terjadi akibat human error, misalnya salah mengklik tautan berbahaya atau menghubungkan USB terinfeksi ke jaringan kantor. Ini meningkatkan risiko startup disusupi melalui kelalaian sehari-hari.
- Menyimpan data sensitif: Banyak startup, terutama di bidang fintech atau aplikasi, menyimpan data finansial dan pribadi dalam jumlah besar. Contohnya, startup fintech Indonesia Cermati pernah kehilangan 2,9 juta catatan pengguna (termasuk nomor NPWP dan kartu kredit) dalam peretasan 2020. Menyimpan data berharga seperti ini membuat startup menjadi ladang mangsa bagi peretas yang bisa menjual informasi tersebut.
Karakteristik di atas menyebabkan startup rentan terhadap serangan hacker. Kecepatan pertumbuhan dan keterbatasan sumber daya keamanan membuat pertahanan mereka relatif lemah, padahal data dan dana yang mereka kelola sering kali bernilai tinggi.
Apa yang Dicari Hacker dari Startup?
Para peretas memiliki beragam motivasi ketika menyerang startup. Mereka mencari keuntungan melalui beberapa hal berikut:
- Data Pengguna dan Informasi Sensitif: Informasi pribadi dan data keuangan pelanggan startup adalah komoditas berharga di pasar gelap. Sebagai contoh, Cermati ditarget karena menyimpan data perbankan dan kartu kredit pelanggan. Startup lain pun bisa memiliki database pengguna berisi alamat email, nomor telepon, identitas, atau rahasia dagang, yang dapat diperjualbelikan atau disalahgunakan.
- Uang dan Akses Finansial: Banyak startup mengelola transaksi finansial (misalnya platform pembayaran atau fintech). Hacker dapat langsung mencuri uang, seperti kasus di New York di mana hacker mengawasi tombol-tombol CFO dan berhasil mengambil USD 1 juta saat pendanaan startup dipindahkan. Serangan semacam Business Email Compromise atau Boss Phishing (email palsu dari atasan) mendorong pegawai mentransfer dana ke rekening penjahat. Dengan menarget akun finansial startup (rekening bank, kunci API pembayaran, dll), hacker bisa meraup keuntungan signifikan.
- Biaya Serangan yang Lebih Rendah: Dibandingkan institusi besar yang sudah memperkuat keamanan, menyerang startup memerlukan effort dan biaya lebih sedikit. Pelaku siber bersifat oportunistik, mirip pebisnis mencari pasar dengan hambatan rendah. Dengan menurunkan level target ke startup dan bisnis kecil, mereka meraih “potongan kue” besar dalam industri kriminal siber.
- Potensi Ransomware dan Crypto-Mining: Startup juga dapat menjadi korban ransomware, yaitu malware yang mengenkripsi data hingga tebusan dibayar. Selain itu, hacker mungkin memanfaatkan sumber daya komputasi startup untuk cryptojacking (menambang mata uang kripto). Ketika keamanan lemah, server startup bisa dipakai secara terselubung untuk profit jangka panjang.
- Akses ke Jaringan dan Sistem: Akses yang diperoleh dari startup kadang bisa digunakan untuk menyerang pihak lain. Misalnya, menyusup ke jaringan cloud startup dapat membuka jalan ke rekanan atau mitra bisnis. Oleh karena itu, beberapa hacker menargetkan startup untuk mendapatkan foothold dalam ekosistem yang lebih luas.
Secara keseluruhan, hacker mencari kombinasi antara nilai aset (data/uang) dan risiko rendah. Startup yang menyimpan data sensitif atau mengelola transaksi keuangan besar menjadi sasaran empuk. Pola serangan pun mengikuti kesempatan tersebut: peretas lebih memilih target mudah dijebol dengan imbal hasil tinggi.
Jenis-Jenis Serangan Siber yang Umum Terjadi
Startup menghadapi berbagai jenis serangan siber yang dirancang untuk mengeksploitasi kelemahan mereka. Beberapa jenis serangan umum meliputi:
- Phishing dan Business Email Compromise (BEC): Hacker menggunakan email atau pesan palsu yang tampak resmi untuk menipu karyawan startup agar membuka pintu ke dalam sistem. Boss phishing adalah contoh BEC di mana email palsu mengatasnamakan atasan memerintahkan transfer dana secara ilegal. Serangan ini berpotensi menyebabkan kebocoran kredensial maupun kerugian finansial langsung.
- Ransomware: Perangkat lunak jahat yang mengunci (encrypt) data perusahaan sehingga startup tidak dapat mengaksesnya kecuali membayar tebusan. Karena startup bergantung pada data dan layanan online, ransomware dapat melumpuhkan operasi mereka. Ransomware sering menyasar sektor kesehatan, pendidikan, dan juga UMKM ketika pertahanan lemah.
- Brute Force Attack: Metode menerobos akun melalui uji coba kata sandi berulang kali. Di Indonesia, brute force tercatat sebagai metode nomor satu yang digunakan hacker untuk membobol sistem. Penggunaan kata sandi lemah atau password reuse memudahkan hacker memperoleh akses tidak sah ke server atau layanan startup.
- Malware dan Cryptojacking: Malware (perangkat lunak jahat) dapat diunggah ke sistem startup untuk mencuri data, spionase, atau mengubah fungsi aplikasi. Variannya termasuk Trojan, spyware, hingga cryptojacking malware yang memanfaatkan CPU perangkat untuk menambang mata uang kripto tanpa sepengetahuan pemiliknya. Startup dengan infrastruktur cloud yang kurang aman rentan dipasangi skrip semacam ini.
- Serangan DDoS (Distributed Denial of Service): Jumlah lalu lintas data yang sangat besar diarahkan ke server startup hingga layanan menjadi tidak responsif. Serangan DDoS bisa melumpuhkan situs web atau aplikasi startup, mengganggu bisnis sekaligus menjadi pembuka posisi bagi serangan lain.
- Exploit Kerentanan Aplikasi: Termasuk injeksi SQL, cross-site scripting (XSS), atau kesalahan konfigurasi server. Startup yang menggunakan paket aplikasi open source atau API publik tanpa hardening dapat rentan disusupi melalui celah tersebut.
Jenis-jenis serangan di atas hanya sebagian contoh umum. Pada praktiknya, peretas sering mengombinasikan metode-metode ini. Sebagai contoh, peretas bisa menggunakan phishing untuk mendapatkan kredensial administrator, lalu menjalankan brute force atau mengunggah ransomware ke sistem. Oleh sebab itu, pemahaman beragam tipe ancaman ini penting bagi startup untuk menyiapkan cara melindungi data startup secara tepat.
Studi Kasus
Berikut beberapa kasus nyata yang menggambarkan kerentanan startup terhadap serangan siber:
- Kasm Cermati (Fintech, Indonesia 2020): Startup agregator produk keuangan Cermati mengumumkan kebocoran data 2,9 juta pengguna. Informasi yang dicuri meliputi data pribadi dan finansial sensitif (nama, email, nomor telepon, NPWP, nomor kartu kredit, dan akun bank). Data tersebut dijual bebas di forum peretas. Kasus ini menyoroti bagaimana startup fintech dengan database besar bisa menjadi target empuk.
- KiranaPro (Grocery Startup, India 2025): Startup aplikasi belanja groseri KiranaPro mengalami peretasan serius ketika hacker berhasil mengakses akun root di layanan cloud mereka. Pelaku diduga masuk lewat akun mantan karyawan dan memperoleh otentikasi multi-faktor Google Authenticator. Akibatnya, seluruh kode aplikasi dan server (termasuk data pelanggan berisi nama, alamat, dan detail pembayaran) dihapus. Startup ini pun tidak dapat memproses pesanan setelah serangan. Kasus ini menegaskan pentingnya mengelola hak akses karyawan (termasuk yang sudah keluar) serta mengamankan akun cloud kritis.
Kedua kasus tersebut menggambarkan metode peretasan yang berbeda – pertama lewat pencurian data secara diam-diam, kedua lewat kompromi akun administrasi dan penghapusan data – namun sama-sama menimbulkan kerugian besar. Studi kasus ini menekankan bahwa serangan siber pada bisnis kecil dan startup nyata terjadi dan dapat mematikan operasional.
Tindakan Pencegahan dan Strategi Keamanan
Mengantisipasi risiko tersebut, startup perlu menerapkan strategi keamanan berlapis. Beberapa langkah pencegahan utama antara lain:
- Buat Kebijakan dan Tim Keamanan: Tetapkan kebijakan keamanan siber yang jelas, serta bentuk tim atau penanggung jawab khusus. Diharapkan ada divisi TI strategis (bukan hanya pendukung rutin) yang siap merespons cepat jika terjadi serangan.
- Rencana Respons Insiden: Persiapkan prosedur darurat (incident response) sehingga perusahaan segera bertindak saat terjadi kebobolan. Latihan berkala untuk menghadapi insiden (misalnya skenario peretasan) dapat memperkecil dampak kerugian.
- Pelatihan dan Kesadaran Karyawan: Lakukan edukasi intensif mengenai ancaman umum seperti phishing, malware, dan praktik keamanan yang baik. Data menunjukkan lebih dari 70% serangan awalnya berhasil karena kesalahan manusia. Pelatihan rutin dapat meningkatkan kewaspadaan tim.
- Pengamanan Teknis dan Segmentasi: Terapkan perlindungan teknis, misalnya firewall, sistem deteksi intrusi (IDS), dan perangkat lunak antivirus/EDR terkini. Gunakan autentikasi multi-faktor (MFA) untuk akun penting. Pakar merekomendasikan mengurangi jumlah komputer yang rentan: misalnya, sediakan beberapa mesin khusus untuk transaksi sensitif saja dan pantau aktivitasnya secara ketat. Segmentasi jaringan juga membantu membatasi penyebaran serangan jika satu segmen berhasil ditembus.
- Pembatasan Akses Pegawai: Batasi hak akses pengguna sesuai kebutuhan peran. Segera nonaktifkan akun dan kredensial pegawai yang keluar dari perusahaan. Kasus KiranaPro menunjukkan pentingnya hal ini demi mencegah mantan karyawan menyusup ke sistem.
- Backup Data Berkala: Simpan salinan data penting secara terpisah (offline atau di cloud terpisah) agar bisa dipulihkan jika terjadi enkripsi atau penghapusan oleh peretas. Proses backup otomatis dengan enkripsi juga dapat menjadi jaring pengaman terakhir.
- Audit dan Pengujian Keamanan: Secara berkala lakukan penetration testing atau pemindaian kerentanan (vulnerability scan) pada aplikasi dan infrastruktur. Dengan demikian, celah keamanan baru dapat diidentifikasi dan diperbaiki sebelum dimanfaatkan penjahat siber.
- Bekerjasama dengan Pakar: Manfaatkan jasa konsultan keamanan atau Managed Security Service Provider yang berpengalaman. Lembaga pemerintah seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga menawarkan panduan dan bimbingan keamanan. Konsultasi eksternal memberi perspektif baru untuk memperkuat sistem.
Dengan menerapkan kombinasi strategi organisasi, teknis, dan pelatihan di atas, startup dapat menurunkan risiko serangan secara signifikan. Kesiapan secara menyeluruh adalah kunci mencegah kerugian besar di masa mendatang.
Rekomendasi Tools & Layanan Keamanan untuk Startup
Untuk melengkapi strategi di atas, berikut beberapa contoh alat dan layanan keamanan yang dapat dipertimbangkan startup:
- Antivirus dan EDR: Program anti-malware yang handal, seperti Bitdefender, Kaspersky, atau Sophos, dapat melindungi endpoint (komputer/laptop) dari virus dan spyware. Layanan EDR (Endpoint Detection and Response) modern seperti CrowdStrike Falcon atau Microsoft Defender for Endpoint memberikan deteksi ancaman real-time.
- Firewall dan WAF: Firewall (software atau hardware) seperti pfSense atau Cisco ASA dapat memantau lalu lintas jaringan. Untuk aplikasi web, gunakan Web Application Firewall (WAF) misalnya Cloudflare WAF atau AWS Shield, yang mencegah serangan web seperti SQL injection dan DDoS.
- Manajemen Identitas dan Akses: Gunakan password manager (Bitwarden, LastPass) untuk menyimpan kata sandi kompleks, serta aktifkan MFA (Google Authenticator, Authy, atau hardware key seperti YubiKey) pada akun penting. Layanan Single Sign-On (SSO) juga membantu mengelola hak akses karyawan.
- Vulnerability Scanner dan Pentesting: Alat seperti OpenVAS, Nessus, atau OWASP ZAP memungkinkan startup melakukan pemindaian kerentanan secara berkala. Untuk pengujian lebih mendalam, tersedia layanan pentest eksternal dari perusahaan keamanan.
- Backup dan Pemulihan: Solusi backup otomatis (Acronis, Veeam, atau AWS Backup) berguna untuk memulihkan sistem jika ada serangan. Pilih layanan penyimpanan terenkripsi yang mendukung versioning dan rollback data.
- Monitoring & SIEM: Aplikasi pemantauan dan pengelolaan log (misalnya Splunk, Graylog, atau Elastic Stack) membantu mendeteksi aktivitas mencurigakan lebih awal. Alat-alat ini bisa memberikan peringatan otomatis jika ada anomali keamanan.
- Pelatihan Keamanan Online: Platform e-learning seperti KnowBe4 atau layanan pelatihan lokal dapat meningkatkan kesadaran pegawai terhadap serangan phishing, social engineering, dan praktik keamanan terbaik.
- Layanan Keamanan Terintegrasi: Terdapat penyedia Security-as-a-Service (SaaS) yang menawarkan paket lengkap pengawasan keamanan jarak jauh, firewall virtual, hingga analytic ancaman. Contohnya adalah layanan Managed Security dari eSentire atau solusi keamanan berbasis cloud seperti AWS/Azure Security Hub.
Dengan menggunakan kombinasi alat di atas, startup bisa membangun pertahanan yang lebih kokoh tanpa harus mengembangkan semuanya sendiri. Penting untuk memilih alat yang sesuai kebutuhan dan skalabilitas perusahaan.
Kesimpulan
Perusahaan rintisan menjadi target favorit hacker karena mereka mengelola data dan aset berharga namun sering kekurangan sumber daya untuk pertahanan yang memadai. Startup cenderung memiliki sistem keamanan yang kurang matang – mulai dari kebijakan yang longgar, tim IT yang terbatas, hingga kesadaran karyawan yang rendah. Akibatnya, peretas melihat startup sebagai pintu masuk mudah untuk meraih keuntungan melalui pencurian data atau dana.
Untuk itu, pemahaman mendalam tentang karakteristik startup yang rentan, motivasi hacker, dan jenis serangan yang mungkin terjadi sangat penting. Menggabungkan langkah pencegahan komprehensif – seperti kebijakan keamanan tegas, pelatihan pegawai, teknologi proteksi (firewall, antivirus, MFA), serta backup rutin – menjadi keharusan. Startup perlu secara proaktif menerapkan cara melindungi data startup dari berbagai ancaman. Dengan begitu, walaupun investasi awal di bidang keamanan mungkin tinggi, langkah tersebut akan menghindarkan perusahaan dari kerugian besar akibat serangan siber. Pada akhirnya, keamanan siber yang baik justru menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan sehat setiap perusahaan rintisan.

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Tags: Keamanan Aplikasi, Super App, Pengembang Aplikasi, Keamanan Siber, API Tersembunyi
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.