Selasa, 9 September 2025 | 17 min read | Andhika R

Pentingnya Update Software: Mencegah Ancaman dan Melindungi Data

Pendahuluan

Di era digital yang serba terkoneksi, perangkat lunak (software) memegang peranan vital dalam berbagai aspek kehidupan dan bisnis. Namun, peningkatan ketergantungan pada teknologi ini juga diiringi oleh ancaman siber yang kian kompleks. Kejahatan siber secara global diperkirakan menimbulkan kerugian hingga 10,5 triliun dolar AS per tahun pada 2025 (Cybersecurity Ventures, dikutip dalam Antara 2025). Di Indonesia sendiri, insiden keamanan terus meningkat. Laporan Surfshark menunjukkan Indonesia masuk top 3 dunia dalam dampak kebocoran data pada Kuartal 3 2022, dengan lebih dari 13 juta akun pengguna bocor hanya dalam tiga bulan tersebut. Angka itu melonjak 1470% dari kuartal sebelumnya, pertanda seriusnya risiko kebocoran data di Tanah Air. Banyaknya kasus peretasan dan kebocoran informasi ini sebagian besar dipicu oleh celah keamanan pada sistem yang sebenarnya dapat dicegah dengan langkah sederhana: rutin melakukan update software.

Sayangnya, kelalaian dalam memperbarui perangkat lunak masih jamak terjadi. Pakar keamanan siber Ardi Sutedja menyoroti bahwa banyak organisasi gagal memasang pembaruan (update) dan patch keamanan tepat waktu, sehingga “membiarkan pintu terbuka lebar bagi penyerang” (Antara, 2025). Contoh nyata ialah serangan ransomware dan pencurian data yang memanfaatkan kelemahan sistem usang. Artikel ini bertujuan memberikan edukasi mengenai pentingnya update software, risiko yang timbul jika abai, serta langkah-langkah praktis untuk menjaga keamanan perangkat lunak baik bagi pengguna individu maupun lingkungan bisnis.

Pentingnya Update Software Mencegah Ancaman dan Melindungi Data.webp

Apa Itu Update Software?

Update software adalah proses memperbarui perangkat lunak ke versi lebih baru yang biasanya mencakup perbaikan bug, penutupan celah keamanan, dan kadang penambahan fitur minor. Update dapat bersifat minor (pembaruan kecil, misalnya patch rutin yang memperbaiki kesalahan kecil atau menambah dukungan perangkat), maupun major (pembaruan besar yang membawa perubahan signifikan atau fitur baru pada software, kadang disebut upgrade versi). Ada pula security update atau patch keamanan, yakni update khusus untuk menambal kerentanan (vulnerability) yang dapat dieksploitasi oleh peretas. Vendor software umumnya merilis patch keamanan segera setelah celah ditemukan untuk melindungi pengguna.

Penting dibedakan antara update dan upgrade. Update biasanya memperbaiki versi yang ada tanpa mengubah nomor versi utama (misalnya dari versi 10.1 ke 10.2), fokus pada peningkatan keamanan dan stabilitas. Update umumnya gratis dan lebih sering dirilis. Sementara itu, upgrade merujuk pada loncatan ke versi utama berikutnya (misalnya dari versi 10.x ke 11.0 atau migrasi sistem operasi Windows 10 ke Windows 11). Upgrade sering membawa fitur baru yang besar, perubahan tampilan, atau peningkatan kinerja yang signifikan, dan kadang memerlukan biaya atau spesifikasi hardware yang lebih tinggi. Singkatnya, update mempertahankan software tetap up-to-date dengan perbaikan terkini, sedangkan upgrade menggantinya dengan generasi terbaru.

Para penyedia perangkat lunak merilis update secara berkala karena beberapa alasan utama. Pertama, menambal celah keamanan yang ditemukan pada versi sebelumnya. Setiap software hampir pasti mengandung bug atau kelemahan; begitu ditemukan (baik oleh peneliti keamanan maupun oleh insiden nyata), pengembang segera menyediakan patch agar celah tersebut tidak disalahgunakan. Kedua, update dilakukan untuk memperbaiki bug lain yang mengganggu kinerja atau menyebabkan crash, sehingga meningkatkan stabilitas sistem. Ketiga, terkadang update membawa peningkatan kompatibilitas dengan perangkat atau platform baru, serta penyempurnaan fitur yang sudah ada berdasarkan masukan pengguna. Dengan merilis update rutin, vendor memastikan produk mereka tetap aman, andal, dan relevan dengan perkembangan teknologi. Sebagian besar software modern bahkan menyediakan fitur otomatis update untuk mempermudah pengguna—cukup dengan koneksi internet, perangkat akan mengunduh dan memasang update secara otomatis di latar belakang.

Risiko Jika Tidak Melakukan Update

Mengabaikan update software dapat membuka pintu bagi berbagai ancaman keamanan siber. Kerentanan (vulnerability) yang tidak ditutup oleh patch ibarat lubang di dinding pertahanan: penjahat siber dapat dengan mudah masuk melalui celah tersebut. Banyak malware dan program jahat lain sengaja dirancang untuk mencari sistem yang belum di-update. Menurut Yudi Kukuh, pakar keamanan Prosperita, banyak serangan siber terjadi karena pemilik perangkat enggan memperbarui sistem mereka. Kerentanan yang dibiarkan ini menjadi pintu masuk bagi ransomware, pencurian data, hingga serangan masif lainnya (Liputan6, 2025). Berikut beberapa risiko konkret jika menunda atau tidak melakukan update:

  • Infeksi Malware dan Ransomware: Tanpa update, komputer atau ponsel rentan terkena malware yang memanfaatkan celah keamanan lama. Serangan ransomware terkenal seperti WannaCry (2017) berhasil menyebar cepat secara global dengan mengeksploitasi kelemahan Windows yang sebenarnya sudah tersedia patch-nya. Komputer Windows yang tidak memasang patch MS17-010 untuk celah SMB menjadi korban – data dienkripsi dan pemilik diperas tebusan. Di Indonesia, dua rumah sakit besar di Jakarta (RS Dharmais dan RS Harapan Kita) sempat lumpuh karena ransomware WannaCry menginfeksi sistem mereka (CNN Indonesia, 2017). Nyaris semua komputer di RS tersebut terkunci datanya, memaksa operasional beralih manual selama berhari-hari. Contoh ini menunjukkan bahwa satu celah yang tidak ditambal dapat berdampak katastrofis, mengakibatkan layanan vital terhenti dan data tak dapat diakses.
  • Pencurian Data dan Kebocoran Informasi: Sistem yang usang sering menjadi sasaran empuk untuk mencuri data. Peretas dapat mengeksploitasi kelemahan yang diketahui (known vulnerability) untuk mendapatkan akses tidak sah ke database, email, atau bahkan webcam pengguna. Pada perangkat mobile, misalnya, versi Android yang sudah tua mengandung banyak bug keamanan. Laporan Bitdefender tahun 2022 mengungkap sekitar 35% ponsel Android di dunia tidak lagi menerima patch keamanan dari Google, sehingga perangkat-perangkat tersebut rentan dibobol hacker (Liputan6, 2022). Perangkat Apple yang tidak diperbarui pun bisa dieksploitasi oleh spyware canggih, sebagaimana terbukti dari beberapa kasus zero-day di iPhone sebelum Apple merilis patch darurat. Semua contoh ini berakar dari celah perangkat lunak yang sebenarnya sudah tersedia perbaikannya, namun tidak diimplementasikan oleh pengguna.
  • Kerentanan Sistem Operasi: Semua OS (Windows, macOS, Linux, Android, iOS) memiliki celah keamanan yang hanya dapat diatasi dengan update rutin. Jika update diabaikan, sistem akan terus membawa kelemahan lama yang sudah diketahui peretas. Contohnya, Windows 7 dan Windows 8.1 sejak 2020 sudah tidak mendapat patch keamanan lagi, sehingga PC yang masih memakainya sangat berisiko disusupi malware. Begitu pula, server Linux tanpa patch rentan terkena exploit serius seperti bug OpenSSL Heartbleed (2014) yang mengancam jutaan sistem. Bahkan macOS/iOS pernah mengalami celah kritis yang jika tak segera di-patch bisa dimanfaatkan spyware untuk mengambil alih perangkat. Singkatnya, menunda update OS sama saja membiarkan pertahanan sistem berlubang.
  • Gangguan Operasional dan Kerusakan Sistem: Risiko tidak hanya soal diretasnya data, tetapi juga ketahanan operasional. Aplikasi atau infrastruktur TI yang lama tidak diperbarui cenderung kurang stabil dan rawan gangguan. Konflik kompatibilitas bisa muncul – misalnya, program versi lama mungkin tidak berjalan baik di hardware baru atau gagal terhubung dengan layanan online terkini. Lebih parah lagi, serangan siber akibat software kedaluwarsa dapat merusak sistem dan melumpuhkan layanan. Misalnya, serangan ransomware pada pusat data pemerintahan di tahun 2024 melumpuhkan layanan publik di ratusan instansi selama beberapa hari. Kerugian yang ditimbulkan mencakup biaya pemulihan yang mahal, terganggunya pelayanan publik, dan menurunnya kepercayaan masyarakat.

Tak kalah penting, banyak kasus kebocoran data di Indonesia berkaitan dengan aplikasi usang yang tidak di-patch. Penelitian akademis oleh Pascal Alfadian Nugroho (Univ. Katolik Parahyangan) dkk. yang dipublikasikan tahun 2021 menemukan banyak pengelola situs di Indonesia enggan memperbarui aplikasi web mereka ke versi terbaru yang lebih aman[1]. Akibatnya, sistem mereka tetap menggunakan versi usang yang tidak lagi didukung pembaruan oleh vendor, sehingga rentan terhadap peretasan. Tidak mengherankan jika beberapa insiden kebocoran data besar di Indonesia kemudian terjadi. Sepanjang tahun tersebut, tercatat berbagai insiden kebocoran data yang menimpa sektor keuangan, kesehatan, telekomunikasi, hingga layanan publik (Tempo, 2022). Investigasi mengindikasikan bahwa kelemahan sistem dan kelalaian memasang patch keamanan turut berperan dalam terjadinya kebocoran-kebocoran tersebut. Lesson learned-nya jelas: celah yang dikenal publik harus segera ditutup dengan update, jika tidak ingin berujung pencurian data berskala masif.

Manfaat Melakukan Update Software

Melakukan pembaruan software secara rutin memberikan sejumlah manfaat penting, antara lain:

  • Menutup Celah Keamanan: Inilah manfaat utama update. Patch keamanan akan menambal kelemahan pada sistem sebelum celah tersebut sempat dieksploitasi pihak yang tidak bertanggung jawab. Software yang selalu up-to-date ibarat benteng dengan tembok utuh, menyulitkan penjahat siber menembus pertahanan. Dengan update, pengguna mendapatkan perlindungan terbaru dari ancaman virus, malware, ransomware, dan exploit yang terus bermunculan. Singkatnya, update software adalah langkah proaktif untuk mencegah insiden keamanan.
  • Peningkatan Performa dan Stabilitas: Update sering kali membawa optimasi kinerja dan perbaikan bug yang meningkatkan stabilitas software. Misalnya, pembaruan sistem operasi bisa mempercepat waktu booting, mengurangi penggunaan memori, atau mengatasi aplikasi yang suka hang. Performa perangkat secara keseluruhan bisa lebih lancar setelah update, karena pengembang telah mengatasi kesalahan-kesalahan yang dilaporkan pengguna di versi sebelumnya. Sistem yang diperbarui cenderung lebih efisien dan jarang crash, sehingga produktivitas pengguna pun terjaga.
  • Kompatibilitas Lebih Baik: Seiring berkembangnya teknologi, hardware dan format baru terus muncul. Update software memastikan kompatibilitas dengan standar atau perangkat terbaru. Contohnya, update browser web memungkinkan mendukung protokol internet terkini atau format video baru; update sistem operasi menambahkan driver untuk perangkat keras model baru. Dengan rutin mengupdate, pengguna dapat memakai periferal atau aplikasi baru tanpa masalah. Update juga menjaga kompatibilitas antar perangkat dalam satu ekosistem (misal sinkronisasi fitur antara ponsel dan laptop) tetap optimal.
  • Fitur Terbaru dan Penyempurnaan: Terkadang, bonus dari melakukan update adalah mendapatkan fitur baru atau peningkatan fungsionalitas. Pengembang software kerap menyisipkan tambahan kecil atau penyempurnaan antarmuka dalam update minor. Misalnya, update aplikasi perpesanan yang membawa emotikon baru, atau update sistem operasi yang memperbaiki tampilan dan menu agar lebih ramah pengguna. Meskipun bukan tujuan utama, kehadiran fitur baru ini dapat meningkatkan pengalaman pengguna dan nilai guna software yang digunakan sehari-hari.
  • Perlindungan Data Pribadi dan Reputasi Bisnis: Bagi pengguna individu, update software membantu menjaga data pribadi (foto, pesan, informasi keuangan) tetap aman dari risiko pencurian. Bagi organisasi atau perusahaan, manfaat ini bahkan lebih krusial: sistem yang ter-update berarti perlindungan berlapis untuk data bisnis dan data pelanggan yang sensitif. Dengan mengurangi kemungkinan kebocoran data melalui patch security, perusahaan terhindar dari potensi kerugian finansial, tuntutan hukum, maupun sanksi regulator. Pembaruan rutin bisa dianggap sebagai investasi kecil untuk menghindari bencana besar di kemudian hari, termasuk rusaknya reputasi akibat bobolnya data pelanggan.

Cara Update Software Secara Aman

Mengingat pentingnya pembaruan, berikut adalah panduan melakukan update software dengan aman dan efektif:

  1. Aktifkan Pembaruan Otomatis: Langkah termudah adalah mengaktifkan fitur automatic updates pada sistem operasi maupun aplikasi. Misalnya, Windows Update di PC, auto-update di macOS, serta update otomatis aplikasi di Google Play Store atau Apple App Store. Dengan fitur ini, perangkat akan mengunduh patch begitu tersedia dan memasangnya secara berkala (atau saat restart). Otomatisasi menjamin Anda tidak ketinggalan update penting. Pastikan pula firmware perangkat (misalnya router Wi-Fi atau perangkat IoT) disetel untuk menerima pembaruan otomatis jika opsi tersebut ada.
  2. Periksa Update Manual untuk Aplikasi Kritis: Untuk software yang sangat krusial atau yang tidak memiliki opsi auto-update, lakukan pengecekan update secara berkala. Contohnya browser web, program antivirus, aplikasi perbankan atau keuangan, dan sistem manajemen konten (CMS) bagi yang mengelola situs web. Cek menu “Help > Check for updates” atau fitur serupa dalam aplikasi tersebut. Pengembang biasanya merilis update keamanan segera setelah ada ancaman baru, jadi rutinlah memeriksa situs resmi atau notifikasi aplikasi. Jangan lupa pula memperbarui plugin atau ekstensi browser, karena komponen tambahan itu juga bisa menjadi celah jika dibiarkan usang.
  3. Unduh Update Hanya dari Sumber Resmi: Selalu dapatkan pembaruan langsung dari sumber tepercaya, seperti situs web resmi vendor atau toko aplikasi resmi. Waspadalah terhadap notifikasi pop-up atau email mencurigakan yang mengaku menawarkan update. Penjahat siber sering menyamarkan malware sebagai “update software” palsu – misalnya pop-up di browser yang mengatakan “Your software is out of date” padahal itu jebakan. Hindari mengklik sembarang tautan. Sebaiknya, navigasi sendiri ke menu update dalam aplikasi atau kunjungi situs resmi vendor untuk memastikan keaslian patch. Mengunduh file update dari sumber tidak resmi berisiko tinggi memasukkan program berbahaya ke sistem Anda.
  4. Backup Data Sebelum Update Besar: Meskipun jarang, ada kemungkinan update besar (terutama upgrade sistem operasi atau firmware) menimbulkan masalah kompatibilitas atau bug yang tidak terduga. Untuk berjaga-jaga, lakukan backup data penting sebelum melakukan pembaruan mayor. Simpan salinan file penting ke hard disk eksternal atau layanan cloud. Dengan backup, Anda memiliki titik pemulihan jika terjadi kegagalan update – misalnya listrik padam di tengah instalasi, atau setelah update sistem tidak mau boot. Selain backup data, catat juga pengaturan konfigurasi penting. Langkah ini memastikan proses update berlangsung aman tanpa kekhawatiran kehilangan data.
  5. Kelola Jadwal Update di Lingkungan Bisnis: Bagi organisasi dengan banyak perangkat, atur strategi update yang terkoordinasi. Jangan menunda patch pada sistem kritis, tetapi juga hindari memasang update secara serentak tanpa uji coba. Gunakan maintenance window (jadwal pemeliharaan) di luar jam operasional untuk menerapkan update, sehingga jika perlu restart server atau komputer, tidak mengganggu layanan utama. Manfaatkan pula tools patch management atau endpoint management yang memungkinkan admin TI mendistribusikan pembaruan ke seluruh perangkat secara terpusat. Pastikan tim IT memantau rilis patch dari vendor utama (Microsoft, Apple, Adobe, dll.) dan segera melakukan penilaian – patch berstatus kritikal sebaiknya diprioritaskan untuk diinstal secepat mungkin.

Dengan langkah-langkah di atas, proses pembaruan software dapat dilakukan dengan lancar dan aman. Kuncinya adalah konsistensi: jadikan update sebagai kebiasaan rutin, bukan reaksi sesaat ketika sudah terjadi insiden.

Update Software di Lingkungan Bisnis

Pembaruan software di tingkat perusahaan (enterprise) menghadirkan tantangan tersendiri. Berbeda dengan pengguna rumahan, lingkungan bisnis harus mengelola update pada ratusan hingga ribuan endpoint (PC, server, perangkat mobile karyawan) dengan beragam jenis software. Berikut beberapa tantangan dan solusi terkait update di organisasi besar:

  • Tantangan Downtime & Kompatibilitas: Perusahaan sering khawatir update dapat menyebabkan downtime atau gangguan layanan. Misalnya, update server database yang gagal bisa menghentikan operasi bisnis. Selain itu, update OS kadang membuat aplikasi lama tidak kompatibel. Banyak perusahaan memiliki sistem legacy yang berjalan di versi software tertentu; update berisiko memutus kompatibilitas dengan sistem tersebut. Untuk mengatasi ini, tim IT sebaiknya melakukan testing patch di lingkungan terbatas terlebih dahulu (misalnya di beberapa mesin uji atau dengan metode bertahap). Jika patch dinyatakan aman dan tidak mengganggu aplikasi bisnis, barulah diterapkan ke seluruh sistem. Pendekatan bertahap ini mencegah skenario terburuk di mana update menyebabkan kerusakan sistem produksi tanpa solusi.
  • Jumlah Perangkat & Kompleksitas: Mengelola pembaruan pada skala besar butuh otomasi dan prioritas. Solusinya adalah menggunakan platform manajemen patch terpusat. Contohnya, perusahaan dapat menerapkan sistem seperti Windows Server Update Services (WSUS) atau layanan endpoint management untuk mendistribusikan update Windows dan software lainnya secara terkendali. Untuk perangkat mobile, solusi Mobile Device Management (MDM) dapat dipakai guna memaksa update OS pada ponsel karyawan dari jarak jauh. Dengan otomasi ini, admin bisa memantau persentase perangkat yang sudah ter-update dan memberi perhatian pada yang masih tertinggal. Penting juga menetapkan kebijakan internal: misalnya mewajibkan karyawan menghubungkan laptop ke jaringan kantor (VPN) minimal seminggu sekali agar perangkatnya menerima patch terbaru, atau mengatur agar PC kantor otomatis restart di waktu tertentu untuk menyelesaikan instalasi update.
  • Keamanan dan Kepatuhan Regulasi: Di sektor bisnis, update software bukan sekadar isu teknis, tetapi juga bagian dari kepatuhan (compliance). Banyak regulasi mewajibkan institusi menjaga sistem informasinya tetap aman. Sebagai contoh, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan pedoman keamanan siber bagi bank yang mencakup kewajiban regular patch management. Artinya, bank harus memastikan seluruh server dan aplikasinya menerapkan update keamanan terbaru sebagai bagian dari manajemen risiko TI. Begitu pula Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mendorong instansi pemerintah segera memasang patch begitu dirilis vendor sebagai langkah perlindungan data publik. Di tingkat internasional, regulasi seperti GDPR di Eropa menuntut perusahaan menjaga data pribadi dengan baik – jika terjadi kebocoran data akibat kelalaian (misalnya gagal meng-update sistem sehingga diretas), perusahaan dapat dikenai denda yang sangat besar. Dengan demikian, menjalankan update software secara disiplin berarti memenuhi standar keamanan sekaligus menghindari sanksi hukum. Reputasi perusahaan pun terlindungi karena menunjukkan komitmen terhadap perlindungan data.
  • Solusi Holistis: Proses dan Edukasi: Selain alat teknis, perusahaan perlu membangun proses manajemen patch yang jelas. Jadwalkan audit berkala untuk meninjau bulletin keamanan terbaru dari para vendor dan menentukan tindakan yang diperlukan. Buat inventaris aset TI beserta versi softwarenya, sehingga tim IT mengetahui prioritas patch mana yang paling mendesak. Terakhir, edukasi karyawan tidak kalah penting. Pastikan seluruh staf paham mengapa update itu wajib – misalnya melalui sosialisasi oleh tim IT atau panduan tertulis. Karyawan juga perlu diberi instruksi untuk melakukan update di perangkat kerja masing-masing (terutama bagi yang bekerja jarak jauh). Budaya keamanan yang proaktif akan membuat upaya pembaruan lebih efektif di skala organisasi, karena setiap individu ikut bertanggung jawab menjaga sistem tetap secure.

Studi Kasus

Untuk memahami lebih jelas dampak dari praktik update (atau kelalaian update), berikut dua studi kasus nyata yang pernah terjadi:

Kasus 1: Serangan Ransomware WannaCry (2017)

WannaCry merupakan salah satu serangan siber global paling menghebohkan yang terjadi pada Mei 2017. Ransomware ini menyebar secara otomatis (worm) dan menginfeksi ratusan ribu komputer di lebih dari 150 negara dalam waktu singkat. Target utamanya adalah komputer Windows yang memiliki celah keamanan pada protokol SMB. Celah tersebut (dikenal sebagai EternalBlue) sebenarnya sudah diperbaiki oleh Microsoft melalui patch pada Maret 2017, namun banyak sistem – terutama di jaringan bisnis dan institusi – belum sempat menginstal patch tersebut. Akibatnya, WannaCry leluasa mengenkripsi data pada komputer korban dan menuntut tebusan Bitcoin senilai ~USD 300 per perangkat.

Dampak serangan ini sangat luas: layanan kesehatan National Health Service (NHS) di Inggris lumpuh karena sepertiga komputer rumah sakit terkena ransomware; perusahaan telekomunikasi di Spanyol dan pabrik otomotif di Perancis terpaksa menghentikan operasi; ribuan bisnis besar maupun kecil turut menjadi korban. Di Indonesia, dua rumah sakit besar (RS Kanker Dharmais dan RS Harapan Kita di Jakarta) menjadi korban WannaCry – sistem pendaftaran dan pelayanan mereka terganggu total sehingga antrean pasien menumpuk dan banyak prosedur medis tertunda (CNN Indonesia, 2017). Kerugian global akibat WannaCry diperkirakan mencapai miliaran dolar, belum termasuk dampak tidak langsung seperti hilangnya data penting atau terhentinya layanan publik. Analisis pasca-kejadian menunjukkan bahwa sistem-sistem yang terinfeksi umumnya menjalankan Windows versi lama atau belum memasang update keamanan kritis. Pelajaran dari kasus WannaCry sangat jelas: menunda update software dapat berakibat fatal. Satu patch yang diabaikan bisa menjadi celah yang memungkinkan malware menyebar tanpa terbendung ke seluruh dunia. Setelah insiden ini, banyak organisasi mulai memperketat kebijakan patch management, dan Microsoft bahkan merilis patch darurat untuk Windows XP (OS yang sudah tidak didukung) karena begitu banyaknya komputer yang masih memakai sistem lawas tersebut.

Kasus 2: Kebocoran Data di Indonesia akibat Aplikasi “Tanpa Patch”

Indonesia mengalami sejumlah kebocoran data berskala besar dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2022 saja, tercatat berbagai insiden kebocoran data yang menimpa sektor keuangan, kesehatan, telekomunikasi, hingga layanan publik (Tempo.co, 2022). Salah satu faktor pemicunya adalah penggunaan aplikasi atau platform TI yang tidak diperbarui ke versi aman. Contoh yang disorot oleh peneliti terjadi pada beberapa situs web layanan publik dan perusahaan yang diretas karena menggunakan versi perangkat lunak usang. Studi Nugroho & Steven (2021) di Jurnal JITEKI menemukan banyak situs populer Indonesia menjalankan aplikasi dengan versi yang sudah tidak mendapat patch keamanan[1]. Versi lawas tersebut mengandung celah keamanan yang telah diketahui publik. Karena pengelolanya tidak menerapkan update ke versi terbaru, celah itu pun terbuka lebar dan akhirnya dimanfaatkan oleh peretas untuk mencuri data ataupun menyebarkan malware.

Akibat kelalaian update, terjadilah kebocoran data berskala masif. Misalnya, pada 2022 komunitas siber dihebohkan oleh klaim peretas yang menjual 26 juta riwayat pencarian pelanggan IndiHome dan 17 juta data pelanggan PLN di forum gelap. Di tahun yang sama, kelompok peretas bernama Bjorka mengaku memperoleh 1,3 miliar data registrasi SIM card dan 105 juta data kependudukan Indonesia dari sistem pemerintah yang rentan. Semua kebocoran ini menunjukkan betapa mahalnya harga yang harus dibayar akibat menunda patch keamanan. Setelah rangkaian insiden tersebut, pemerintah Indonesia mulai memperkuat regulasi perlindungan data pribadi dan menginstruksikan evaluasi menyeluruh atas sistem keamanan di instansi-instansi terkait. Bagi individu dan perusahaan, pelajaran yang bisa diambil adalah jangan menunggu sampai terjadi serangan untuk memperbarui software. Lebih baik melakukan update rutin dan menjaga sistem up-to-date daripada menanggung risiko kebocoran data yang dapat merugikan jutaan orang.

Kesimpulan

Pembaruan software sering kali dianggap sepele atau ditunda karena alasan kenyamanan. Padahal, update software adalah investasi kecil yang berdampak sangat besar dalam menjaga keamanan dan kinerja sistem. Dengan rutin memperbarui sistem operasi, aplikasi, dan firmware, kita menutup celah sebelum sempat dimanfaatkan peretas, mengurangi risiko menjadi korban malware atau pencurian data. Update juga memastikan perangkat dan aplikasi kita berjalan optimal, kompatibel dengan teknologi terkini, serta lebih stabil untuk menunjang aktivitas sehari-hari.

Bagi perusahaan, menjalankan update software secara disiplin merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen keamanan dan kepatuhan. Sementara bagi pengguna individu, kebiasaan sederhana seperti mengaktifkan auto-update dan tidak mengabaikan notifikasi pembaruan sudah cukup untuk mencegah kerugian data pribadi maupun finansial yang jauh lebih besar.

Singkatnya, jangan menunggu sampai terjadi insiden untuk sadar akan pentingnya update software. Jadikanlah pembaruan perangkat lunak sebagai prioritas rutin. Dengan demikian, kita telah mengambil langkah proaktif melindungi diri sendiri, keluarga, maupun organisasi dari ancaman siber yang terus berkembang. Ingatlah pepatah: “mencegah lebih baik daripada mengobati” – update software tepat waktu adalah wujud pencegahan terbaik di ranah keamanan digital.

Bagikan:

Avatar

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz

Semua Artikel

Artikel Terpopuler

Berlangganan Newsletter FOURTREZZ

Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

Partner Pendukung

infinitixyberaditif

© 2025 PT Tiga Pilar Keamanan. All Rights Reserved.
Info Ordal