Jumat, 14 Juni 2024 | 2 min read | Andhika R
Presiden Palau Tuding China atas Serangan Siber Besar-Besaran di Negaranya
Presiden Palau, Surangel Whipps, pada Rabu (5/6/2024) mengonfirmasi bahwa negaranya telah mengalami serangan siber besar-besaran. Dalam pernyataannya, Whipps menyalahkan China sebagai pelaku di balik serangan tersebut.
"Ini benar-benar serangan besar pertama yang kami alami dalam catatan pemerintah," kata Whipps kepada wartawan di Tokyo, sehari setelah pertemuannya dengan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, seperti dilaporkan oleh VOA Indonesia pada Jumat (7/6).
Palau adalah salah satu dari hanya 12 negara di dunia yang secara diplomatik mengakui Taiwan, yang memiliki pemerintahan sendiri. Sebaliknya, China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya.
Taiwan pada Senin (3/6) menyatakan kesiapannya untuk membantu Palau memperkuat pertahanan digitalnya. Pernyataan ini muncul setelah laporan The New York Times yang mengungkap bahwa lebih dari 20.000 dokumen telah dicuri dari pemerintah Palau.
"Saya pikir China ingin melemahkan hubungan tersebut, menunjukkan kerentanan kami, dan cara yang bagus untuk melakukannya adalah dengan meretas sistem kami," tutur Whipps.
Whipps menjelaskan bahwa dokumen-dokumen tersebut dicuri pada bulan Maret, tepat ketika Amerika Serikat menyetujui paket bantuan dua dekade untuk Palau. Beberapa minggu kemudian, dokumen-dokumen itu muncul di web gelap.
Baca Juga: BPJS Kesehatan dan BSSN Tingkatkan Keamanan Siber Program JKN
Tidak Ada Motif Finansial Kelompok ransomware DragonForce mengklaim bertanggung jawab atas peretasan tersebut. The New York Times mengutip para analis yang mengatakan bahwa tidak biasa bagi China untuk melakukan subkontrak operasi semacam itu. "Alasan kami mengatakan mungkin ada keterlibatan pemerintah adalah karena mereka tidak tertarik pada uang. Mereka benar-benar tidak menuntut uang," ungkap Whipps. Karena tidak ada motif finansial di balik serangan itu, Whipps mencapnya sebagai "pelecehan". "Jika Anda tidak meminta uang tebusan dan sidik jarinya berasal dari suatu tempat di China maka mungkin asumsinya adalah ada aktor pemerintah," imbuhnya. Serangan siber ini menambah ketegangan dalam hubungan internasional di kawasan Pasifik, di mana pengaruh China dan Taiwan sering kali menjadi sumber perselisihan. Palau, sebagai salah satu sekutu diplomatik Taiwan, kini harus menghadapi tantangan baru dalam menjaga kedaulatan dan keamanan sibernya di tengah meningkatnya ancaman globa
Baca Juga: BPJS Kesehatan dan BSSN Tingkatkan Keamanan Siber Program JKN
Tidak Ada Motif Finansial Kelompok ransomware DragonForce mengklaim bertanggung jawab atas peretasan tersebut. The New York Times mengutip para analis yang mengatakan bahwa tidak biasa bagi China untuk melakukan subkontrak operasi semacam itu. "Alasan kami mengatakan mungkin ada keterlibatan pemerintah adalah karena mereka tidak tertarik pada uang. Mereka benar-benar tidak menuntut uang," ungkap Whipps. Karena tidak ada motif finansial di balik serangan itu, Whipps mencapnya sebagai "pelecehan". "Jika Anda tidak meminta uang tebusan dan sidik jarinya berasal dari suatu tempat di China maka mungkin asumsinya adalah ada aktor pemerintah," imbuhnya. Serangan siber ini menambah ketegangan dalam hubungan internasional di kawasan Pasifik, di mana pengaruh China dan Taiwan sering kali menjadi sumber perselisihan. Palau, sebagai salah satu sekutu diplomatik Taiwan, kini harus menghadapi tantangan baru dalam menjaga kedaulatan dan keamanan sibernya di tengah meningkatnya ancaman globa
Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Mengapa Pengujian Keamanan Masih Jadi Kendala bagi Banyak Organisasi?
Tags: Keamanan Siber, Pengujian Keamanan, Kerentanan Sistem, Ancaman Siber, VAPT Fourtrezz
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.
PT. Tiga Pilar Keamanan
Grha Karya Jody - Lantai 3Jl. Cempaka Baru No.09, Karang Asem, Condongcatur
Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta 55283
Informasi
Perusahaan
Partner Pendukung