Semakin meningkatnya kencan daring (online dating) telah menciptakan lahan subur untuk memanipulasi, dan di dunia digital saat ini, mudah untuk mempercayai seseorang yang belum pernah kita temui secara langsung, berbagi detail pribadi atau foto-foto intim sebelum benar-benar mengenal siapa mereka.

Kencan online telah menjadi cara populer untuk bertemu pasangan baru, namun ancaman siber yang terkait dengan dunia ini semakin meningkat. Salah satu risiko utama adalah penyalahgunaan foto-foto intim. Penjahat siber sering memanfaatkan momen kepercayaan untuk memeras korban dengan ancaman menyebarkan foto-foto pribadi tersebut.

Pada nyatanya, penelitian terbaru yang dilakukan Kaspersky mengungkapkan bahwa sebanyak 39% orang berusia 25-34 tahun telah berbagi foto-foto intim dengan seseorang yang belum pernah bertemu sebelumnya di kehidupan nyata.

Keterbukaan ini seringkali dieksploitasi, baik melalui penyalahgunaan foto-foto intim, stalkerware, atau deepfake, para pencari jodoh melalui online dating semakin rentan terhadap bahaya yang tidak umum terjadi di beberapa dekade yang lalu.

Baca Juga: Dell Terjebak Serangan Siber, Data Ribuan Karyawan Terekspos

Penyalahgunaan gambar intim (Intimate image abuse/IIA), atau "pornografi balas dendam" ialah bentuk penyalahgunaan digital yang berbahaya. Seiring dengan semakin sering terjadinya berbagi gambar intim, banyak orang merasa aman saat mempercayai pasangan atau pasangan daring dengan foto pribadi.

Walaupun berisiko, menyalahkan korban kerap kali terjadi, dengan 50% responden meyakini kalau mereka yang berbagi gambar intim bertanggung jawab jika gambar tersebut bocor, yang mencerminkan kesalahpahaman yang semakin meluas tentang persetujuan dan privasi.

Sedangkan ancaman lain yaitu Stalkerware. Stalkerware adalah perangkat lunak yang dipasang untuk memantau aktivitas digital seseorang tanpa sepengetahuan mereka. Ini sering sekali digunakan oleh pasangan yang obsesif atau ingin mengendalikan korban.

Negara-negara yang paling besar merasakan dampaknya yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris. Banyak dari korban tidak menyadari bahwa mereka sedang dipantau karena sifat aplikasi ini yang tersembunyi. Selain stalkerware, alat seperti pelacakan GPS dan media sosial juga disalahgunakan, dengan sebesar 34% orang mengaku memeriksa profil teman kencan mereka sebagai "proses uji tuntas".

Dalam menghadapi ancaman ini, pengguna layanan kencan online harus lebih waspada. Menjaga data pribadi dan gambar intim tetap aman, serta waspada terhadap aplikasi yang mencurigakan, sangat penting. Selain itu, selalu periksa izin aplikasi yang diinstal untuk menghindari perangkat lunak mata-mata (stalkerware) yang dapat dipasang secara diam-diam.

Baca Juga: Trojan Mobile Makin Ganas, Pengguna Uang Digital Jadi Target Utama

Ancaman selanjutnya adalah Deepfake. Deepfake menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat gambar, video, dan bahkan rekaman audio palsu yang sangat realistis. Dulu deepfake dianggap sebagai trik berkualitas rendah dan dengan mudah untuk dikenali, deepfake kini semakin berevolusi menjadi sangat meyakinkan. Hal ini telah memudahkan siapa pun dengan keterampilan teknologi dasar untuk membuat deepfake, menjadikan teknologi ini semakin menjadi perhatian dalam hubungan daring.

Sementara itu, deepfake selebritas adalah yang pertama kali dapat menarik perhatian publik, orang-orang biasa kini bisa saja menjadi korban teknologi ini. Dalam konteks sebuah hubungan romantis, deepfake dapat digunakan untuk membuat gambar atau video palsu yang membahayakan. Materi ini kemudian digunakan untuk pemerasan, dengan pelaku mengancam akan merilis konten tersebut kecuali tuntutan mereka dipenuhi.

Untuk perlindungan lebih lanjut, gunakan aplikasi kencan dengan enkripsi kuat dan laporkan aktivitas mencurigakan. Masyarakat perlu memahami bahaya teknologi yang terus berkembang ini, terutama dalam konteks kencan online, agar tidak menjadi korban ancaman siber.