Kamis, 12 Juni 2025 | 3 min read | Andhika R

Kejahatan Siber di Jerman Melonjak, 60 Persen Serangan Berasal dari Luar Negeri

Pemerintah Jerman mengungkap lonjakan signifikan kasus kejahatan siber sepanjang tahun 2024, dengan lebih dari 333.000 insiden tercatat, menurut laporan resmi yang dirilis oleh Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt bersama Badan Kriminal Federal Jerman (BKA) pada Selasa, 3 Juni lalu.

Yang mengkhawatirkan, hampir 202.000 serangan atau sekitar 60 persen berasal dari luar negeri, menjadikan Jerman semakin rentan terhadap kelompok kriminal global. Sementara itu, serangan domestik tercatat sebanyak 131.000 kasus.

“Jerman semakin menjadi target empuk bagi kelompok kriminal asing, terutama karena posisi aktif kami dalam mendukung Ukraina,” ungkap Dobrindt saat konferensi pers di Berlin.

Menurut BKA, hanya 32 persen dari total kasus yang berhasil diungkap, jauh lebih rendah dari tingkat penyelesaian kasus kriminal konvensional yang mencapai 58 persen. Bahkan, diperkirakan 90 persen kejahatan siber tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan sama sekali.

Presiden BKA Holger Münch menyoroti peran kelompok peretas yang memiliki afiliasi pro-Rusia sebagai pelaku utama serangan, banyak di antaranya beroperasi dari luar negeri. Hal ini berkaitan dengan ketegangan geopolitik dan peran Jerman dalam mendukung Ukraina, terutama sejak invasi Rusia pada 2022.

Baca Juga: Internet Korea Utara Sempat Alami Gangguan, Apakah Ulah Serangan Siber?

Satu-satunya kabar baik dalam laporan tersebut adalah penurunan kasus ransomware, dari 1.018 kasus pada 2023 menjadi 950 kasus di tahun 2024. Dalam skema ini, peretas mengunci sistem komputer dan meminta tebusan, namun hanya 9 persen korban yang memilih untuk membayar.

Dalam menghadapi kejahatan lintas negara, BKA menyoroti keberhasilan Operasi Endgame, yang melibatkan kerja sama internasional dan berhasil:

  • Melumpuhkan 300 server (50 di antaranya di Jerman),
  • Menyita kripto senilai €3,5 juta,
  • Mengidentifikasi 37 tersangka, dan
  • Menerbitkan 20 surat perintah penangkapan internasional.

Namun demikian, semua tersangka utama beroperasi dari Rusia — dan tanpa perjanjian ekstradisi, penegakan hukum menjadi terhambat.

Serikat Polisi Jerman (GdP) menilai aparat belum cukup siap menghadapi tantangan siber modern. Ketua GdP, Alexander Poitz, menyebutkan adanya kekurangan struktural, personel, dan teknologi.

Namun Presiden BKA, Münch, membantah bahwa negara tidak siap. Ia menilai kerja sama internasional telah menunjukkan hasil konkret, dan mendesak agar BKA diberi kewenangan lebih luas.

Menanggapi kritik tersebut, Mendagri Dobrindt menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan peningkatan besar-besaran di sektor hukum, teknologi, dan organisasi.

Beberapa langkah yang sedang direncanakan antara lain:

  • Revisi Undang-Undang BKA untuk memungkinkan penyimpanan alamat IP,
  • Peningkatan standar keamanan siber di sektor publik dan swasta,
  • Perlindungan infrastruktur vital seperti rumah sakit, pembangkit listrik, dan sistem transportasi.

“Kejahatan siber kini adalah ancaman nyata terhadap keamanan nasional,” tegas Dobrindt.
“Kami harus melawan serangan ini dengan kekuatan penuh, termasuk memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) meskipun para penjahat pun sudah menggunakannya.”

Dengan meningkatnya kompleksitas serangan digital, Jerman bersiap menghadapi era baru perang siber. Namun, tanpa kerja sama internasional yang kuat dan reformasi besar-besaran di dalam negeri, perlindungan terhadap masyarakat dan infrastruktur kritis tetap menjadi tantangan besar.

Bagikan:

Avatar

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz

Semua Artikel

Artikel Terpopuler

Berlangganan Newsletter FOURTREZZ

Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

Partner Pendukung

infinitixyberaditif

© 2025 PT Tiga Pilar Keamanan. All Rights Reserved.
Info Ordal