Jumat, 14 November 2025 | 3 min read | Andhika R

Percepat Ratifikasi Konvensi PBB dan RUU KKS, Bamsoet: Keamanan Siber adalah Kedaulatan Digital

Anggota DPR RI dan Ketua MPR RI ke-15, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mendesak percepatan ratifikasi United Nations Convention Against Cybercrime (Konvensi PBB Anti Kejahatan Siber) dan pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS). Bamsoet menilai kedua agenda ini adalah langkah strategis dan krusial untuk memperkuat kedaulatan digital Indonesia di tengah ancaman kejahatan siber global yang kian terorganisasi.

Setelah bertemu dengan Prof. Ahmad M. Ramli di Jakarta, Bamsoet menyampaikan bahwa dunia kini menghadapi bentuk baru perang tanpa senjata, dan pengesahan Konvensi PBB merupakan penanda bahwa kejahatan digital telah menjadi isu lintas negara.

"Indonesia harus segera menyesuaikan diri dan memperkuat payung hukumnya," tegas Bamsoet dalam keterangan tertulis, Minggu (9/11/2025).

Bamsoet menyoroti bahwa ancaman siber kini tidak lagi sekadar mengincar individu, tetapi secara serius menargetkan Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional (IIKN), mencakup sektor vital seperti transportasi, energi, kesehatan, dan keuangan.

Ia mengutip prediksi dari Cybersecurity Ventures bahwa kerugian global akibat kejahatan siber dapat mencapai 10,5 triliun dolar AS pada tahun 2025, mencerminkan eskalasi serius di dunia digital.

Serangan siber terhadap sistem bandara di Eropa dijadikan sebagai peringatan nyata bagi Indonesia. Negara yang semakin bergantung pada teknologi digital, namun belum memiliki payung hukum dan perlindungan yang kuat, sangat rentan lumpuh.

"Kita tidak boleh menunggu sampai krisis terjadi. Serangan siber bisa melumpuhkan negara tanpa satu pun peluru ditembakkan. Ini bukan lagi soal teknis, tapi soal pertahanan dan kedaulatan," tegasnya.

Baca Juga: BSSN Peringatkan Bahaya Hacker 'Gajah Misterius', Incar Data Rahasia via WhatsApp

Bamsoet mencatat, sepanjang tahun 2024, terjadi lebih dari 403 juta anomali trafik siber di Indonesia, meningkat sekitar 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Mayoritas serangan ini menyasar IIKN, khususnya sektor pemerintahan dan keuangan.

RUU KKS dianggap sangat diperlukan untuk mencegah disrupsi yang mengguncang stabilitas nasional. "Jika sistem perbankan, listrik, atau bandara diserang bersamaan, dampaknya bisa mengguncang stabilitas nasional. RUU KKS diperlukan untuk memastikan perlindungan hukum dan koordinasi antar instansi berjalan efektif," ujarnya.

Menurutnya, RUU KKS dirancang untuk memperjelas peran dan kewenangan masing-masing lembaga, seperti BSSN, Kominfo, Polri, dan BIN, serta mengatur mekanisme penanganan insiden siber secara terpadu di tingkat nasional.

"Tanpa landasan hukum yang kuat, sistem pertahanan siber nasional belum optimal. UU KKS akan memperkuat sinergi dan memberi dasar hukum bagi tindakan negara dalam menghadapi ancaman siber," jelasnya.

Bamsoet menambahkan bahwa sejumlah negara maju telah memiliki regulasi siber yang kuat, seperti AS (CISA Act), Uni Eropa (NIS2 Directive), dan Singapura (Cybersecurity Act 2018). Indonesia didorong untuk bergerak cepat agar tidak tertinggal. Ratifikasi Konvensi PBB dan pengesahan RUU KKS akan memperkuat posisi Indonesia di kancah global dan menjaga kedaulatan digital nasional.

Bagikan:

Avatar

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz

Semua Artikel

Artikel Terpopuler

Berlangganan Newsletter FOURTREZZ

Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

Partner Pendukung

infinitixyberaditif

© 2025 PT Tiga Pilar Keamanan. All Rights Reserved.
Info Ordal