Selasa, 3 Juni 2025 | 21 min read | Andhika R
SBOM (Software Bill of Materials): Transparansi Kode Sumber untuk Mencegah Backdoor
Insiden keamanan rantai pasok perangkat lunak (software supply chain) belakangan ini semakin marak, mulai dari penyusupan backdoor hingga penyebaran kerentanan kritis seperti Log4Shell. Kasus SolarWinds Orion 2020 dan kerentanan Log4j 2021 menjadi pengingat bahwa tanpa visibilitas penuh atas komponen perangkat lunak, perusahaan rentan terhadap ancaman tersembunyi. Salah satu upaya penting untuk mengatasi masalah ini adalah penerapan SBOM (Software Bill of Materials). SBOM dapat diibaratkan seperti daftar komposisi bahan pada produk makanan yang menunjukkan dengan jelas apa saja “bahan” perangkat lunak di dalamnya. Dengan SBOM, organisasi memperoleh transparansi kode sumber dan komponen yang menyusun perangkat lunak, sehingga lebih mudah mendeteksi komponen berisiko dan mencegah penyisipan backdoor. Artikel ini akan menjelaskan secara komprehensif apa itu SBOM, bagaimana perannya dalam transparansi dan keamanan rantai pasok, ancaman backdoor beserta studi kasus, standar dan regulasi terkait, manfaat praktis SBOM, tool yang umum digunakan, hingga tantangan implementasi serta strategi adopsinya di industri TI.
Apa itu SBOM dan Komponennya
Software Bill of Materials (SBOM) adalah inventarisasi terstruktur berisi daftar komponen perangkat lunak beserta detailnya. Menurut standar yang ditetapkan oleh NTIA (National Telecommunications and Information Administration), SBOM didefinisikan sebagai catatan formal yang memuat detail komponen dan hubungan rantai pasok dari berbagai komponen yang digunakan untuk membangun sebuah perangkat lunak. Sederhananya, SBOM adalah daftar “bahan-bahan” penyusun perangkat lunak, lengkap dengan informasi penting tiap komponen. Konsep SBOM bukan sepenuhnya hal baru, namun menjadi sorotan utama sejak 2018 seiring meningkatnya kolaborasi komunitas dalam mengamankan rantai pasok software.
Sebuah SBOM biasanya berbentuk file atau dokumen yang dapat dibaca mesin (machine-readable) dan berisi daftar komponen internal maupun komponen pihak ketiga (termasuk pustaka open-source) yang terdapat dalam perangkat lunak. Setiap entri komponen dalam SBOM umumnya mencantumkan informasi berikut:
- Pemasok/Penyedia (Supplier): Pihak atau organisasi yang menyediakan komponen tersebut (misalnya nama vendor atau proyek open-source).
- Nama dan Versi Komponen: Identitas unik komponen perangkat lunak dan versinya yang spesifik.
- Identifikasi Unik Lain: Informasi unik tambahan seperti hash kriptografis, ID paket, atau URL repositori, untuk memastikan komponen teridentifikasi secara tepat.
- Hubungan Dependensi: Keterkaitan antar komponen (misalnya A merupakan dependensi dari B). SBOM bersifat nested inventory, artinya dapat menggambarkan struktur hierarki komponen dan sub-komponennya.
- Pembuat SBOM dan Timestamp: Siapa atau apa yang menghasilkan SBOM tersebut (misal nama tool atau tim) beserta cap waktu pembuatan SBOM, untuk keperluan audit dan keotentikan.
SBOM yang baik dihasilkan secara otomatis oleh alat khusus saat proses build, sehingga datanya akurat dan konsisten. Karena berisi detail teknis, format SBOM biasanya mengikuti standar khusus agar mudah diolah oleh mesin. Format SBOM standar yang umum dipakai mencakup SPDX, CycloneDX, atau SWID tags, yang memungkinkan informasi SBOM dapat dibaca dan dipertukarkan secara universal. Kita akan membahas lebih lanjut soal standar ini di bagian regulasi. Intinya, SBOM memberikan transparansi menyeluruh tentang apa saja komponen pembentuk sebuah perangkat lunak, layaknya daftar bahan baku pada resep yang lengkap.
Transparansi dan Keamanan Rantai Pasok Perangkat Lunak dengan SBOM
Dalam konteks keamanan rantai pasok perangkat lunak, SBOM berperan sebagai landasan penting untuk mencapai transparansi. Dengan SBOM, baik pengembang, pengguna, maupun auditor dapat dengan mudah mengetahui apa yang “terkandung” di dalam perangkat lunak. Transparansi ini membawa beberapa keuntungan kunci:
- Mengetahui Asal-Usul dan Keaslian Komponen: SBOM mencantumkan sumber setiap komponen (misalnya library X versi Y dari vendor Z). Hal ini memastikan provenance atau asal-usul komponen jelas. Jika ditemukan komponen yang tidak dikenal atau tidak resmi dalam SBOM, itu dapat menandakan potensi penyusupan yang perlu ditindaklanjuti.
- Identifikasi Kerentanan Lebih Cepat: Ketika ada kerentanan baru diumumkan (misalnya CVE pada library populer), SBOM mempermudah tim keamanan untuk memeriksa apakah perangkat lunak mereka terdampak. Tanpa SBOM, proses ini ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Dengan SBOM, cukup cari nama komponen rentan dalam “daftar bahan” software tersebut. Pemerintah AS bahkan menegaskan bahwa operator software dapat menggunakan SBOM untuk dengan cepat menentukan apakah mereka berisiko terhadap kerentanan baru yang ditemukan. Contoh nyata adalah kasus Log4j/Log4Shell pada Desember 2021 – organisasi yang telah memiliki SBOM untuk aplikasinya dapat segera menelusuri apakah komponen Log4j ada dalam sistem mereka, sehingga bisa segera mengambil tindakan mitigasi.
- Meningkatkan Trust dan Transparansi dengan Konsumen/Pelanggan: Bagi penyedia software, menyediakan SBOM kepada pelanggan meningkatkan kepercayaan. Pelanggan (termasuk lembaga pemerintah atau perusahaan besar) mendapat transparansi penuh atas komponen yang mereka gunakan, sehingga mereka bisa melakukan penilaian risiko sendiri. Ini penting karena rantai pasok perangkat lunak kerap melibatkan pihak ketiga; kelemahan di salah satu komponen pihak ketiga dapat berdampak pada keseluruhan produk. SBOM membantu memastikan tidak ada “blind spot” dalam rantai pasok tersebut.
- Memaksa Praktik Keamanan yang Lebih Baik: Dengan mengetahui bahwa seluruh komponen akan tercatat di SBOM, para pengembang cenderung lebih berhati-hati dalam memilih dependensi. SBOM mendorong penerapan praktik SDLC yang aman (secure SDLC) karena setiap paket yang disertakan meninggalkan jejak. Organisasi dapat menetapkan kebijakan internal, misalnya hanya boleh memakai komponen yang disetujui dan harus dicantumkan di SBOM. Hal ini mencegah penggunaan komponen berisiko atau tidak diketahui secara sembunyi-sembunyi.
SBOM sering disebut sebagai “lapisan data fundamental” untuk keamanan software. Ia bukan solusi tunggal yang langsung menghilangkan semua risiko, namun SBOM menyediakan fondasi data yang kuat untuk mengembangkan tool keamanan lanjutan. Contohnya, SBOM bisa diintegrasikan dengan alat pemindai kerentanan otomatis: daftar komponen dalam SBOM diperiksa terhadap database CVE untuk mencari komponen yang punya celah keamanan. Dengan transparansi semacam ini, organisasi dapat beroperasi lebih proaktif dalam manajemen risiko rantai pasok perangkat lunak.
Ancaman Backdoor dalam Software dan Studi Kasus
Backdoor dalam konteks perangkat lunak merujuk pada kode tersembunyi yang ditanam secara sengaja oleh peretas (atau pihak tak berwenang lainnya) untuk memberikan akses ilegal ke sistem target. Backdoor dapat disusupkan di berbagai titik rantai pasok: mulai dari kode sumber yang diotak-atik, dependensi pihak ketiga yang telah dimodifikasi, hingga proses build yang terkompromi. Ancaman backdoor sangat berbahaya karena biasanya sulit dideteksi – kode tersebut tampak seperti bagian normal dari software, namun berfungsi sebagai “pintu belakang” bagi penyerang.
Mengapa SBOM relevan untuk mencegah backdoor? SBOM meningkatkan peluang mendeteksi jika ada komponen tak terduga yang muncul dalam produk akhir. Dengan adanya daftar komponen lengkap, tim keamanan dapat memverifikasi apakah setiap komponen memang yang diharapkan. Jika ada komponen asing yang tidak seharusnya ada, hal itu bisa mengindikasikan penyusupan. Selain itu, jika source code suatu komponen resmi diganti dengan versi berbahaya, SBOM yang mencantumkan hash atau identitas unik komponen dapat membantu mendeteksi ketidaksesuaian (misalnya hash tidak cocok dengan versi asli). Singkatnya, SBOM membuat penyisipan backdoor menjadi lebih sulit untuk disembunyikan karena ada catatan yang harus “dipalsukan” jika penyerang ingin menyusup tanpa ketahuan.
Untuk memahami dampak ancaman backdoor di rantai pasok, berikut beberapa studi kasus terkenal:
- Kasus SolarWinds Orion (2020): Salah satu serangan supply chain terbesar dalam sejarah terjadi saat penyerang berhasil menyusupkan malware backdoor ke dalam pembaruan perangkat lunak SolarWinds Orion, sebuah platform manajemen jaringan yang digunakan ribuan organisasi di dunia. Backdoor tersebut (dikenal dengan nama SUNBURST) tertanam dalam komponen Orion yang ditandatangani digital seolah-olah sah, dan didistribusikan melalui update resmi SolarWinds. Akibatnya, ketika klien melakukan update, mereka tanpa sadar menginstal backdoor yang memberi akses luas bagi penyerang ke jaringan internal mereka. Dampaknya sangat besar – diperkirakan sekitar 18.000 pelanggan SolarWinds menerima update berbahaya ini, termasuk berbagai lembaga pemerintah AS dan perusahaan terkemuka. Kasus SolarWinds menyoroti betapa berbahayanya jika rantai pasok perangkat lunak tidak transparan. Andaikan sejak awal tersedia SBOM terperinci untuk setiap rilis Orion, pelanggan berpotensi lebih waspada jika melihat komponen yang tidak semestinya dalam update tersebut. Selain itu, insiden ini mendorong pemerintah AS untuk mengambil tindakan (seperti menerbitkan kebijakan wajib SBOM yang dibahas di sesi berikutnya) demi mencegah kejadian serupa.
- Kasus event-stream NPM (2018): Backdoor tidak hanya menyasar software komersial, tetapi juga ekosistem open source. Contoh nyata terjadi pada paket event-stream di npm (Node Package Manager). Pada 2018, seorang aktor jahat berhasil menyusup sebagai maintainer paket tersebut dan menambahkan dependensi baru bernama flatmap-stream yang mengandung kode berbahaya. Paket event-stream ini sangat populer (jutaan kali diunduh), sehingga tanpa disadari banyak aplikasi yang menggunakannya ikut menjalankan kode berbahaya tersebut setelah meng-update ke versi terbaru. Backdoor ini secara spesifik dirancang untuk mencuri informasi dompet cryptocurrency (Bitcoin wallet) dari aplikasi Copay, yang kebetulan menggunakan event-stream. Kode jahat tersebut hanya aktif pada lingkungan tertentu (ketika mendeteksi aplikasi Copay), kemudian mencoba mencuri private key dan dana jika saldo Bitcoin pengguna di atas ambang tertentu. Kasus event-stream menunjukkan bagaimana dependensi open source dapat menjadi vektor serangan supply chain: penyerang cukup menargetkan satu paket yang banyak dipakai, menyisipkan backdoor, lalu tersebar luas melalui ekosistem. Dengan SBOM, perusahaan yang menggunakan event-stream seharusnya dapat mendeteksi bahwa versi baru memiliki dependensi tambahan (flatmap-stream) yang tidak ada di versi sebelumnya, sehingga dapat menimbulkan kecurigaan sebelum bahaya meluas.
- Kasus XcodeGhost (2015) dan XZ Utils (2024): Dunia keamanan juga mencatat kasus lain seperti XcodeGhost (versi trojan dari Apple Xcode yang menyebarkan malware ke aplikasi iOS) dan terbaru backdoor pustaka XZ Utils pada 2024. Pada Maret 2024 ditemukan kode backdoor di pustaka kompresi open source XZ Utils versi 5.6.x yang banyak digunakan di sistem Linux. Backdoor ini memodifikasi komponen sshd (daemon OpenSSH) sedemikian rupa sehingga penyerang dengan kunci privat tertentu dapat memperoleh akses remote ke server yang terinfeksi. Walau distribusi Linux segera merilis patch dan sebagian besar versi stabil tidak terdampak luas, insiden ini menjadi pengingat bahwa bahkan proyek open source yang ternama pun dapat dikompromikan. SBOM dalam konteks ini membantu pihak pengelola distro Linux atau pengguna akhir untuk segera mengidentifikasi apakah versi pustaka XZ yang digunakan termasuk versi berbahaya atau tidak.
Dari berbagai studi kasus di atas, benang merahnya adalah: backdoor di rantai pasok dapat menimbulkan dampak masif, dan mendeteksinya sangat menantang tanpa visibilitas penuh. SBOM berfungsi sebagai tindakan pencegahan proaktif – bukan dengan secara langsung menghalau serangan, tetapi dengan menyediakan transparansi yang diperlukan agar tanda-tanda anomali dapat terdeteksi lebih dini. Ketika setiap komponen terdokumentasi, peluang komponen berbahaya “nyempil” tanpa diketahui menjadi jauh lebih kecil.
Standar dan Regulasi Internasional Terkait SBOM
Meningkatnya perhatian terhadap keamanan rantai pasok mendorong lahirnya berbagai standar dan regulasi untuk penerapan SBOM. Berikut beberapa perkembangan penting di tingkat internasional:
- Executive Order 14028 (AS) – Mei 2021: Setelah insiden SolarWinds, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan Executive Order 14028 tentang peningkatan keamanan siber nasional. Salah satu poin pentingnya adalah mandat bagi para pemasok perangkat lunak ke pemerintah federal untuk menyertakan SBOM bagi produk yang dijual. EO 14028 menekankan bahwa SBOM akan membantu pembeli (termasuk instansi pemerintah) dengan cepat menilai risiko jika ditemukan kerentanan baru pada salah satu komponen software. Tindak lanjut dari perintah eksekutif ini, Departemen Perdagangan AS melalui NTIA menerbitkan dokumen “The Minimum Elements for a Software Bill of Materials” pada Juli 2021 berisi panduan mengenai elemen minimum yang harus ada dalam sebuah SBOM. Dokumen tersebut mengklasifikasikan elemen SBOM ke dalam tiga kategori: Data Fields, Automation Support, dan Practices & Processes, seperti telah dibahas pada bagian komponen SBOM di atas. Pada intinya, regulasi ini memaksa industri software yang berbisnis dengan pemerintah untuk mengadopsi SBOM sesuai standar yang disepakati.
- Panduan NIST dan Keterlibatan CISA: NIST (National Institute of Standards and Technology) sebagai lembaga standar di AS ikut memberikan panduan implementasi SBOM. NIST merekomendasikan agar lembaga federal memastikan SBOM yang diterima dari vendor mengikuti format standar industri (misalnya SPDX atau CycloneDX) dan memenuhi minimum elements versi NTIA. NIST juga mendorong agensi untuk membangun catalog SBOM bagi semua software yang mereka gunakan (baik komersial, open source, maupun in-house) untuk memantau versi dan patch dengan lebih baik. Di samping itu, NIST menerbitkan kerangka kerja terkait Supply Chain Risk Management (SP 800-161 r1) dan Secure Software Development Framework (SP 800-218) yang sejalan dengan ide penggunaan SBOM dalam manajemen risiko rantai pasok. Sementara itu, CISA (Cybersecurity and Infrastructure Security Agency) aktif memfasilitasi komunitas dalam adopsi SBOM, termasuk merilis panduan praktis dan mengadakan inisiatif seperti “SBOM-a-rama” untuk mendiskusikan tantangan implementasi. CISA menyebut SBOM sebagai “alat transparansi” penting dalam ekosistem software global, dan juga memperkenalkan konsep pendukung seperti VEX (Vulnerability Exploitability eXchange) yang melengkapi SBOM dengan informasi status kerentanan pada komponen (apakah terpengaruh atau tidak oleh suatu CVE).
- Standar Format SBOM – SPDX dan CycloneDX: Dalam hal standar teknis, dua format SBOM yang menonjol secara global adalah SPDX dan CycloneDX. SPDX (Software Package Data Exchange) dikembangkan oleh Linux Foundation dan telah menjadi standar internasional ISO/IEC 5962:2021. SPDX menyediakan format data terbuka untuk mengomunikasikan informasi SBOM, mencakup detail komponen, lisensi, hingga keamanan. Banyak perusahaan dan proyek open source mengadopsi SPDX karena kematangannya dan dukungan komunitas luas. Sementara itu, CycloneDX dikembangkan di komunitas OWASP dan awalnya berfokus pada konteks keamanan aplikasi. CycloneDX juga banyak digunakan khususnya di industri yang memerlukan analisis keamanan mendalam, dan mendukung perluasan seperti SaaSBOM dan Hardware BOM. Kedua format ini (SPDX dan CycloneDX) diakui oleh NTIA sebagai format SBOM yang diterima, di samping format SWID (Software Identification tags) yang merupakan standar ISO/IEC 19770-2. Pilihan format biasanya tergantung preferensi organisasi, namun yang terpenting adalah konsistensi dan kemampuan dibaca mesin. Standar-standar ini menjamin SBOM dari berbagai sumber bisa diolah dengan tool yang kompatibel secara universal.
- Regulasi Lain dan Inisiatif Global: Selain di AS, negara dan kawasan lain turut mempertimbangkan penerapan SBOM dalam regulasi keamanan siber. Misalnya, Uni Eropa melalui draft Cyber Resilience Act dan diskusi di ENISA (European Union Agency for Cybersecurity) menyinggung pentingnya transparansi komponen software untuk produk digital yang dipasarkan di Eropa. Beberapa inisiatif standar internasional juga muncul, contohnya OpenChain ISO 5230 (terkait kepatuhan lisensi open source) yang bersinggungan dengan konsep SBOM untuk transparansi lisensi. Meskipun belum semua negara memiliki aturan wajib SBOM, tren global mengarah pada best practice dimana penyedia software semakin didorong untuk menyediakan SBOM kepada pelanggan, terutama di sektor-sektor kritis seperti keuangan, kesehatan, dan infrastruktur. Konsorsium industri dan komunitas open source pun aktif berperan. Organisasi seperti OWASP, Linux Foundation (OpenSSF), dan IEEE mengadakan proyek dan working group untuk meningkatkan kemampuan dan adopsi SBOM. Secara keseluruhan, SBOM kian dipandang sebagai komponen wajib dalam standar keamanan perangkat lunak modern, baik melalui regulasi formal maupun kesepakatan praktik terbaik di industri.
Manfaat Praktis SBOM
Mengapa perusahaan-perusahaan TI perlu bersusah payah mengimplementasikan SBOM? Berikut adalah beberapa manfaat praktis SBOM yang dapat langsung dirasakan dalam operasional dan keamanan:
- Deteksi dan Respons Kerentanan Lebih Cepat: Seperti disinggung sebelumnya, SBOM sangat membantu dalam vulnerability management. Ketika ada kerentanan zero-day atau CVE baru yang diumumkan, tim keamanan bisa segera merujuk ke SBOM untuk melihat apakah komponen rentan tersebut ada di aplikasi mereka. Tanpa SBOM, proses penelusuran bisa memakan waktu berhari-hari atau minggu, sementara dengan SBOM, pencarian bisa dilakukan dalam hitungan menit. Hal ini secara langsung mempercepat respons insiden dan pengambilan patch, sehingga mengurangi jendela paparan (exposure window) dari ancaman.
- Transparansi dan Kepercayaan Stakeholder: SBOM meningkatkan transparansi tidak hanya untuk tim internal tetapi juga bagi pelanggan, mitra, dan regulator. Misalnya, dalam konteks audit keamanan atau kepatuhan, perusahaan yang dapat menunjukkan SBOM untuk produk mereka akan lebih dipercaya karena dianggap memiliki kontrol dan visibilitas penuh atas rantai pasoknya. Bagi penyedia software B2B, menyertakan SBOM saat deliverable kepada klien bisa menjadi nilai tambah layanan. Pelanggan merasa diuntungkan karena mereka tahu apa yang mereka instal, termasuk versi dependensi dan lisensinya. Transparansi ini juga membantu memenuhi persyaratan kepatuhan (compliance) di sektor-sektor yang diatur ketat.
- Manajemen Risiko Pemasok dan Pihak Ketiga: Dalam ekosistem TI modern, hampir setiap aplikasi tergantung pada komponen pihak ketiga (open source maupun komersial). SBOM memungkinkan inventarisasi menyeluruh atas komponen pihak ketiga tersebut. Dengan demikian, tim manajemen risiko dapat mengevaluasi pemasok mana yang berpotensi membawa risiko (misal menggunakan komponen usang atau rentan). Jika ada pemasok yang produknya berkualitas rendah (banyak kerentanan), hal itu akan terlihat dari SBOM (sering munculnya komponen dengan CVE). Dengan data SBOM, perusahaan bisa berdiskusi dengan pemasok untuk meningkatkan kualitas atau mencari alternatif komponen yang lebih aman.
- Penegakan Kebijakan Keamanan dan Lisensi: Banyak organisasi memiliki kebijakan terkait komponen apa saja yang boleh digunakan, termasuk persyaratan lisensi (misalnya melarang komponen berlisensi yang tidak kompatibel dengan model bisnis). SBOM membantu memastikan kebijakan ini dipatuhi. Karena SBOM mencatat tiap komponen beserta lisensinya, tim legal bisa meninjau SBOM untuk memastikan tidak ada pelanggaran lisensi open source. Demikian pula, tim arsitek dan security dapat menilai SBOM untuk memastikan tidak ada komponen yang diketahui berbahaya atau tidak disetujui yang berhasil masuk ke produk. Software Composition Analysis (SCA) tools kerap memanfaatkan SBOM untuk otomatis memeriksa kepatuhan lisensi dan kebijakan keamanan perusahaan.
- Mempermudah Pemeliharaan dan Upgrade: Dengan mengetahui struktur bill of materials suatu perangkat lunak, tim pengembang dapat lebih mudah merencanakan upgrade komponen. SBOM bisa digunakan sebagai daftar periksa saat akan melakukan pembaruan versi library/framework – misalnya diketahui ada 5 komponen yang versinya sudah lama dan perlu diperbarui. Selain itu, jika ada komponen yang deprecated atau ditinggalkan pengembangnya, kehadirannya di SBOM akan menjadi sinyal bagi tim untuk mencari pengganti sebelum menimbulkan masalah. Ini membuat siklus hidup pengembangan (development lifecycle) lebih terkelola.
- Analisis Insiden dan Forensik: Apabila terjadi kompromi keamanan, SBOM dapat membantu analisis forensik. Misalnya, dalam insiden serangan, investigator bisa memeriksa SBOM untuk melihat komponen mana yang mungkin dieksploitasi oleh penyerang. Bahkan dalam kasus terburuk di mana penyerang memodifikasi code, memiliki SBOM (terutama jika dipadukan dengan integritas digital seperti tanda tangan) akan membantu mengidentifikasi perubahan tak resmi pada komponen.
Pada intinya, manfaat SBOM bermuara pada visibilitas dan kendali. Dengan visibilitas yang lengkap, organisasi dapat lebih proaktif dan terukur dalam melindungi ekosistem perangkat lunaknya. Meskipun pembuatan SBOM memerlukan upaya, investasi ini sepadan dengan manfaat jangka panjang berupa pengurangan risiko backdoor dan kerentanan, peningkatan efisiensi manajemen, serta kepercayaan stakeholder yang lebih besar.
Tool SBOM yang Umum Digunakan
Seiring dengan meningkatnya adopsi SBOM, tersedia pula berbagai tool yang membantu pembuatan dan pemanfaatan SBOM. Tool-tool ini ada yang bersifat open source maupun komersial, dan dapat diintegrasikan ke dalam alur DevOps/CI-CD untuk otomatisasi. Berikut beberapa di antaranya yang populer di kalangan profesional TI:
- Syft (Anchore): Syft adalah tool open source (CLI) yang sangat populer untuk menghasilkan SBOM. Syft dapat memindai kontainer image atau filesystem dan menghasilkan SBOM dalam berbagai format (SPDX, CycloneDX, dll.). Keunggulannya adalah kemudahan penggunaan dan dukungan multi-platform. Banyak tim DevOps mengintegrasikan Syft ke pipeline build mereka untuk langsung mendapatkan SBOM setiap kali build dibuat.
- CycloneDX CLI dan Plugin: Karena CycloneDX merupakan salah satu format SBOM utama, komunitas OWASP menyediakan berbagai tool pendukung. CycloneDX CLI memungkinkan pemindaian proyek untuk menghasilkan SBOM CycloneDX. Selain itu, tersedia plugin CycloneDX untuk build tools seperti Maven, Gradle, npm, Yarn, dan lainnya, sehingga pengembang bisa otomatis menghasilkan SBOM saat membangun aplikasi dalam ekosistem tersebut.
- SPDX Toolkit: Untuk format SPDX, Linux Foundation menyediakan SPDX tools yang dapat membantu membuat, memvalidasi, dan memanipulasi file SBOM SPDX. Misalnya, SPDX Lite untuk output ringkas, atau parser library untuk berbagai bahasa pemrograman agar bisa membaca file SPDX. Juga, beberapa alat analisis kode sumber (seperti ScanCode atau FOSSology) mendukung output SPDX yang berguna untuk memetakan lisensi dan komponen open source.
- OWASP Dependency-Track: Dependency-Track adalah platform open source yang dikembangkan OWASP untuk manajemen siklus hidup SBOM dan kerentanan. Tool ini bukan generator SBOM, melainkan mengambil SBOM (misalnya format CycloneDX) sebagai masukan, lalu secara kontinu memantau basis data CVE dan sumber ancaman lainnya untuk mengidentifikasi jika komponen dalam SBOM memiliki kerentanan yang perlu ditangani. Dependency-Track sangat berguna bagi organisasi yang sudah mengelola banyak aplikasi dan ingin tracking risiko dari SBOM secara terpusat.
- Alat SCA Komersial (Snyk, Black Duck, dll.): Di ranah komersial, banyak penyedia Software Composition Analysis (SCA) menawarkan fitur SBOM. Contohnya, Synopsys Black Duck, Snyk, JFrog Xray, Mend (WhiteSource), dan FOSSA. Tool SCA semacam ini umumnya dapat memindai codebase atau binary, mengidentifikasi komponen open source, lalu menghasilkan SBOM otomatis. Keuntungan solusi komersial biasanya adalah integrasi yang mulus dengan pipeline CI/CD dan dukungan database kerentanan yang komprehensif. Beberapa juga menyediakan dashboard untuk risiko rantai pasok dan laporan kepatuhan berbasis SBOM. Bagi perusahaan yang sudah menggunakan layanan SCA, memanfaatkan kemampuan SBOM di dalamnya bisa menjadi langkah praktis.
- Generator SBOM Bawaan Platform: Menariknya, platform dan vendor besar juga mulai menanamkan kemampuan SBOM di produknya. Misalnya, Docker menambahkan perintah docker sbom di Docker CLI untuk langsung menghasilkan SBOM dari image container. Microsoft pun merilis Microsoft SBOM Tool, sebuah utilitas untuk membantu membuat SBOM terutama dalam ekosistem .NET dan lainnya. Selain itu, beberapa package manager (seperti npm atau Yarn) mulai menyediakan perintah atau plugin untuk mengekspor daftar dependensi dalam format SBOM. Tren ini menunjukkan SBOM semakin menjadi fitur built-in dalam toolchain developer.
Saat memilih tool SBOM, pertimbangan utamanya adalah kompatibilitas format, kemudahan integrasi, dan dukungan ekosistem. Untuk banyak perusahaan, kombinasi tool mungkin diperlukan: misalnya menggunakan Syft untuk generate SBOM, lalu memasukkan hasilnya ke Dependency-Track atau Snyk untuk pemantauan berkelanjutan. Yang jelas, sudah banyak pilihan matang yang tersedia, sehingga adopsi SBOM tidak perlu dilakukan secara manual atau dari nol.
Tantangan Implementasi dan Strategi Adopsi SBOM
Meskipun manfaat SBOM jelas, implementasinya di lingkungan perusahaan bukan tanpa tantangan. Berikut beberapa tantangan umum yang dihadapi saat menerapkan SBOM, beserta strategi adopsi yang dapat dilakukan:
- Skala dan Kompleksitas Sistem: Aplikasi modern dapat memiliki ratusan bahkan ribuan komponen dependen (termasuk transitive dependencies). Membuat dan mengelola SBOM untuk sistem sebesar itu bisa menjadi kompleks. Tantangan lain adalah dinamika – komponen terus berubah seiring update versi. Strategi: Automate and integrate. Perusahaan sebaiknya mengotomatisasi pembuatan SBOM di setiap proses build (CI/CD). Dengan pipeline otomatis, setiap kali aplikasi dibangun, SBOM terbaru langsung dihasilkan sehingga selalu up-to-date. Selain itu, fokuskan penerapan SBOM pada komponen kritikal terlebih dahulu. Misal, mulai dari layanan inti atau aplikasi yang paling berisiko, baru bertahap meluas ke seluruh portofolio. Penggunaan alat yang tepat (seperti generator SBOM dan repositori SBOM terpusat) akan membantu menangani skala.
- Standarisasi Format dan Interoperabilitas: Adanya beberapa format SBOM (SPDX, CycloneDX, dll.) kadang membingungkan, terutama jika perusahaan berinteraksi dengan banyak vendor yang masing-masing mungkin memakai format berbeda. Strategi: Pilih format standar industri dan pertahankan konsistensi. Umumnya SPDX atau CycloneDX sama-sama diterima secara luas. Perusahaan bisa memilih salah satu sebagai format utama internal. Jika menerima SBOM dari pemasok dalam format berbeda, tersedia converter open source untuk mengubah antar format. Yang penting, pastikan tim dan tool internal mampu membaca format yang dipilih. Berkontribusi dalam komunitas standar (misal mengikuti perkembangan SPDX/CycloneDX) juga membantu perusahaan mengikuti best practice terbaru.
- Keterbatasan dalam Menangkap Semua Komponen: SBOM idealnya mencakup semua komponen, namun dalam praktik bisa ada komponen yang terlewat. Contohnya, script atau plugin yang di-download saat runtime, modul yang dikompilasi secara dinamis, atau komponen tersembunyi lainnya mungkin tidak terdeteksi oleh generator SBOM. Strategi: Lakukan audit manual dan perluas cakupan secara bertahap. Setelah SBOM otomatis dihasilkan, tim teknis sebaiknya meninjau apakah ada komponen yang diketahui namun tidak muncul di SBOM. Jika ada, cari tahu penyebabnya – mungkin perlu update tool, konfigurasi khusus, atau bahkan menekan penggunaan komponen dinamis yang tidak terdeteksi. Selain itu, kombinasikan pendekatan static analysis (melihat deklarasi dependensi) dan dynamic analysis (misal memindai image container final) untuk memastikan tidak ada yang terlewat.
- Isu Keamanan dan Kerahasiaan SBOM: Menariknya, beberapa organisasi khawatir bahwa membagikan SBOM sama saja membuka kelemahan diri sendiri. SBOM yang dipublikasikan bisa dimanfaatkan penyerang untuk dengan mudah mencari celah (misal tahu versi library yang rentan yang digunakan). Ada juga kekhawatiran SBOM mengungkap rahasia dagang (misal mengungkap komponen kunci yang digunakan perusahaan). Strategi: Pengendalian akses dan kebijakan berbagi. Tidak semua SBOM harus dipublikasikan secara umum. Perusahaan dapat mengkategorikan SBOM berdasarkan sensitivitas: SBOM untuk pelanggan (mungkin lebih ringkas atau hanya untuk pihak berwenang), dan SBOM internal lengkap untuk keperluan tim sendiri. Penerapan tanda tangan digital pada SBOM juga penting – memastikan bahwa SBOM yang beredar tidak diubah oleh pihak tak berwenang. Dengan tanda tangan, penerima SBOM bisa memverifikasi keasliannya. Akhirnya, perlu edukasi ke manajemen bahwa manfaat transparansi biasanya lebih besar daripada risiko, apalagi jika dikelola dengan tepat. Regulasi yang ada pun cenderung mengarah pada keharusan menyediakan SBOM, jadi bersikap proaktif lebih baik.
- Perubahan Budaya dan Proses: Implementasi SBOM bukan hanya soal tool, tetapi juga perubahan budaya kerja. Developer perlu disiplin mengelola dependensi, DevOps menambahkan langkah SBOM di pipeline, tim legal memeriksa lisensi, dan sebagainya. Tanpa komitmen lintas fungsi, SBOM mudah diabaikan. Strategi: Top-down mandate & awareness. Dukungan manajemen puncak sangat penting – misalnya CTO atau CISO mengeluarkan kebijakan resmi tentang SBOM. Adakan pelatihan dan sosialisasi tentang apa itu SBOM dan mengapa penting bagi keamanan. Berikan contoh kasus nyata (seperti SolarWinds, event-stream) untuk menggugah kesadaran. Selain itu, integrasikan pencapaian terkait SBOM ke dalam metrik keamanan internal. Contohnya, target bahwa 100% aplikasi kritis memiliki SBOM terverifikasi akhir tahun ini. Dengan demikian, semua tim termotivasi menjadikan SBOM bagian alami dari proses pengembangan dan operasi.
- Integrasi dengan Ekosistem yang Sudah Ada: Banyak perusahaan sudah memiliki beragam tool keamanan (SAST, DAST, monitoring, dll.). Menambahkan SBOM jangan sampai menjadi silo terpisah. Strategi: Integrate with existing workflows. Pilih tool SBOM yang dapat terhubung dengan sistem tiket (untuk menindaklanjuti kerentanan yang ditemukan), dashboard risiko, atau repositori artefak. Misalnya, simpan file SBOM di repositori artefak (Nexus/Artifactory) berdampingan dengan build, sehingga mudah diakses. Hubungkan output analisis SBOM (misal laporan kerentanan) dengan sistem ticketing JIRA agar developer langsung mendapat tugas patch. Dengan integrasi seperti ini, SBOM tidak dilihat sebagai beban tambahan, melainkan bagian dari alur kerja rutin.
Kesimpulan
Di era ancaman siber yang semakin canggih, SBOM (Software Bill of Materials) muncul sebagai elemen krusial untuk mencapai transparansi dan keamanan dalam rantai pasok perangkat lunak. SBOM memberikan visibilitas penuh atas “bahan penyusun” suatu software – mulai dari komponen open source, modul internal, hingga dependensi tersembunyi – yang sebelumnya sering luput dari perhatian. Dengan SBOM, organisasi dapat lebih sigap mengidentifikasi kerentanan dan bahkan mencegah backdoor bersembunyi di ekosistem mereka. Meskipun implementasinya memiliki tantangan tersendiri, berbagai standar internasional (NTIA, NIST) dan alat bantu telah tersedia untuk mempermudah adopsi SBOM. Regulasi dan best practice industri pun semakin mendorong penerapan SBOM sebagai praktik standar keamanan.
Pada akhirnya, investasi dalam SBOM sebanding dengan manfaat yang diperoleh: risiko serangan supply chain berkurang, kecepatan respons insiden meningkat, kepatuhan regulasi terjamin, dan kepercayaan pelanggan meningkat karena transparansi terjaga. Bagi perusahaan TI yang ingin menjaga keamanan produknya di tengah lanskap ancaman yang kompleks, SBOM adalah salah satu pondasi penting yang tidak boleh diabaikan. Dengan memulai langkah adopsi SBOM sejak dini – “mulai sekarang lebih baik daripada menunggu kesempurnaan” – perusahaan dapat membangun pertahanan yang lebih kokoh terhadap ancaman backdoor dan memastikan integritas perangkat lunak mereka di sepanjang rantai pasok.

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Tags: Zero Trust, Keamanan Siber, Arsitektur Jaringan, Dunia Hyperconnected, Strategi Keamanan
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

PT. Tiga Pilar Keamanan
Grha Karya Jody - Lantai 3Jl. Cempaka Baru No.09, Karang Asem, Condongcatur
Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta 55283
Informasi
Perusahaan
Partner Pendukung



