Jumat, 26 Januari 2024 | 2 min read | Andhika R
Tantangan Besar Keamanan Siber di Indonesia: Perlunya Respons Proaktif dan Penegakan Hukum yang Kuat
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam keamanan siber. Sejak 2023 hingga awal 2024, serangkaian kasus peretasan menunjukkan bahwa ancaman tersebut semakin massif dan kompleks, melibatkan tidak hanya korporasi besar tetapi juga lembaga pemerintah.
Ardi Sutedja, Chairman Indonesia Cyber Security Forum, menyoroti pentingnya penegakan hukum sebagai langkah krusial dalam menekan aksi peretasan dan pencurian data. "Kita memerlukan dukungan pemerintah lebih dari sekadar sistem IT yang canggih," ujar Ardi dalam siaran persnya pada Kamis (26/1/2024).
Baca Juga : Sambut Pekan Data Privasi 2024, Ini 5 Praktik Terbaik Pengamanan Data Bagi Pengguna
Salah satu kasus peretasan terbaru yang mencuri perhatian adalah dugaan serangan pada situs kementerian negara pada November 2023, di mana data sensitif dijual bebas di internet. Bahkan, dalam ajang Pemilihan Presiden 2024, akun media sosial salah satu pasangan calon juga diretas. Menurut Ardi, respons saat ini cenderung terlambat setelah insiden terjadi. "Kita membutuhkan respons yang lebih proaktif, bukan hanya menunggu 'kerusakan fatal' terjadi," tambahnya. Kesadaran akan keamanan siber masih terbatas, termasuk di kalangan calon presiden. Kejahatan siber bukan hal baru dan terus mengancam berbagai pihak seiring dengan penggunaan sistem IT yang semakin meluas. Ardi juga mengajak pelaku usaha untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman siber dengan memahami aturan hukum dan panduan yang ada. "Semua pihak, mulai dari pemilik perusahaan hingga supplier, harus memahami implikasi hukum dari keamanan siber," ujar Ardi.
Baca Juga : Microsoft Konfirmasi Dugaan Peretasan Oleh Hacker Rusia pada Sistem Internalnya
Serangan siber saat ini tidak hanya menyerang lembaga pemerintah dan korporasi besar, akan tetapi justru institusi penting seperti Bank Indonesia, Pertamina, dan sejumlah bank lainnya yang menjadi incaran. Ancaman serangan siber juga mencapai tingkat internasional, seperti serangan terhadap sekitar 500 website militer Rusia yang lumpuh akibat serangan hacker. Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa kejahatan siber terhadap sistem IT pelaku usaha dan instansi negara semakin marak, dengan lebih dari 5 ribu kasus kejahatan siber terjadi di Indonesia sepanjang 2021. Skor indeks keamanan siber Indonesia masih rendah, menempatkannya di peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20. "Pemerintah dan semua stakeholder harus lebih serius dalam melakukan perlindungan dan penegakan hukum terhadap kejahatan siber. Jangan biarkan korban peretasan saja yang berupaya meningkatkan keamanan IT tanpa dukungan penegakan hukum yang kuat," tutup Ardi.
Baca Juga : Sambut Pekan Data Privasi 2024, Ini 5 Praktik Terbaik Pengamanan Data Bagi Pengguna
Salah satu kasus peretasan terbaru yang mencuri perhatian adalah dugaan serangan pada situs kementerian negara pada November 2023, di mana data sensitif dijual bebas di internet. Bahkan, dalam ajang Pemilihan Presiden 2024, akun media sosial salah satu pasangan calon juga diretas. Menurut Ardi, respons saat ini cenderung terlambat setelah insiden terjadi. "Kita membutuhkan respons yang lebih proaktif, bukan hanya menunggu 'kerusakan fatal' terjadi," tambahnya. Kesadaran akan keamanan siber masih terbatas, termasuk di kalangan calon presiden. Kejahatan siber bukan hal baru dan terus mengancam berbagai pihak seiring dengan penggunaan sistem IT yang semakin meluas. Ardi juga mengajak pelaku usaha untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman siber dengan memahami aturan hukum dan panduan yang ada. "Semua pihak, mulai dari pemilik perusahaan hingga supplier, harus memahami implikasi hukum dari keamanan siber," ujar Ardi.
Baca Juga : Microsoft Konfirmasi Dugaan Peretasan Oleh Hacker Rusia pada Sistem Internalnya
Serangan siber saat ini tidak hanya menyerang lembaga pemerintah dan korporasi besar, akan tetapi justru institusi penting seperti Bank Indonesia, Pertamina, dan sejumlah bank lainnya yang menjadi incaran. Ancaman serangan siber juga mencapai tingkat internasional, seperti serangan terhadap sekitar 500 website militer Rusia yang lumpuh akibat serangan hacker. Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa kejahatan siber terhadap sistem IT pelaku usaha dan instansi negara semakin marak, dengan lebih dari 5 ribu kasus kejahatan siber terjadi di Indonesia sepanjang 2021. Skor indeks keamanan siber Indonesia masih rendah, menempatkannya di peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20. "Pemerintah dan semua stakeholder harus lebih serius dalam melakukan perlindungan dan penegakan hukum terhadap kejahatan siber. Jangan biarkan korban peretasan saja yang berupaya meningkatkan keamanan IT tanpa dukungan penegakan hukum yang kuat," tutup Ardi.
Tags:
Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Privasi Digital di Era Big Data: Bagaimana Perusahaan di Indonesia Melindungi Data Pelangga
Tags: Privasi Digital, Perlindungan Data, Big Data, Keamanan Siber, UU PDP
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.
PT. Tiga Pilar Keamanan
Grha Karya Jody - Lantai 3Jl. Cempaka Baru No.09, Karang Asem, Condongcatur
Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta 55283
Informasi
Perusahaan
Partner Pendukung