Apa Itu Flexing? Budaya Pamer di media Online Berujung Kejahatan Siber

Ilustrasi berita

Apa Itu Flexing? Budaya Pamer di media Online Berujung Kejahatan Siber

 

Apa itu flexing? Flexing adalah tindakan yang kerap kali dilakukan baik secara sengaja maupun tidak untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain atas kepemilikan kekayaan atau kemampuan yang dimiliki. Meskipun flexing atau dalam istilah lain disebut dengan pamer ini bukan hal yang baru, namun fenomena flexing terus berkembang dalam kehidupan sosial baik secara offline maupun online melalui media sosial. Seperti belum lama ini istilah flexing kembali muncul dan ramai diperbincangkan pada platform media sosial seiring dengan kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak mantan pejabat pajak RI.

 

 

Baca Juga : Sistem Tilang ETLE Diterapkan, Waspadai Modus Penipuan Surat Tilang Dikirim Melalui Aplikasi WhatsApp

 

Perilaku flexing berbagai macam bentuknya, beberapa contoh flexing seperti berfoto dengan barang-barang mewah milik pribadi dan membagikan foto tersebut, memamerkan foto pribadi beserta dengan pencapaian yang telah didapatkan, menulis cerita tentang berbagai kekayaan yang dimiliki. Terkadang perilaku ini secara tidak sadar dilakukan secara berlebihan dan masalah utamanya flexing akan mengakibatkan kerugian besar jika dilakukan secara berlebihan. Salah satunya adalah dapat menyebabkan bocornya informasi penting milik pribadi secara tidak sadar. Tentunya hal ini dapat memicu terjadinya kejahatan siber, terlebih lagi perlindungan data pribadi merupakan satu aspek penting dalam menjaga keamanan data pribadi.

 

Baca Juga : Diblokir Banyak Negara! Berikut Alasan TikTok Dianggap Dapat Mengancam Keamanan Negara

 

Flexing Serta Modus Kejahatan Siber yang Menyertainya

Saat ini pengguna aktif internet di Indonesia mencapai 78,19% dari total keseluruhan populasi di Indonesia atau sekitar 215 juta jiwa. Dari seluruh pengguna ini sebagian besar aktif menggunakan YouTube, mengakses media sosial, mendengar musik streaming, mendengarkan podcast, dan website. Segala aktivitas tersebut menjadi peluang untuk berbagai macam tindak kejahatan siber. Dari data tersebut, tentunya dapat menjadi celah bagi para pelaku kejahatan siber untuk melancarkan segala aksi kejahatannya. Berbagai macam tindak kejahatan memanfaatkan kebiasaan masyarakat di dunia digital, termasuk kegiatan flexing.

Lalu bagaimana bisa kegiatan flexing dapat memicu kejahatan siber? Salah satu kejahatan siber yang erat kaitannya terhadap kegiatan ini adalah phishing atau penipuan. Contohnya banyak terdapat penipuan travel perjalanan umrah, tiket konser, dan lainnya. Pelaku menggunakan flexing untuk membangun branding sebagai seseorang yang memiliki harta dan kekayaan yang besar, tujuannya mendapatkan kepercayaan terhadap calon pelanggan. Bukan hanya itu para pelaku kejahatan menargetkan korbannya karena adanya flexing. Secara sederhananya orang-orang yang melakukan flexing bisa memicu penjahat siber untuk melakukan tindak kejahatan phishing terhadapnya.

 

Baca Juga : GSC Game World Diretas Grup Hacker Asal Rusia, Material Pengembangan Game S.T.A.L.K.E.R 2 Dibocorkan

 

Phishing sendiri merupakan tindak kejahatan siber dari jenis social engineering (rekayasa sosial) teknik ini merupakan teknik penipuan online yang memanfaatkan kesalahan user untuk mendapatkan keuntungan.

Disamping itu, flexing dapat membantu para investigator untuk melakukan digital forensik terhadap beberapa kasus yang mereka pegang. Terutama terkait dengan penggelapan uang, penyalahgunaan sistem pajak, dan lainnya. Tetapi pada akhirnya, kembali lagi kepada pengguna internet yang harus lebih bijak dalam mengkonsumsi segala informasi yang didapat dari media digital.

Andhika R.

Andhika R.

Digital Marketing at Fourtrezz
Artikel Teratas