Hanya 12% Perusahaan Di Indonesia yang Siap Hadapi Ancaman Siber Masa Depan

Ilustrasi berita

Cisco, perusahaan teknologi jaringan asal Amerika Serikat (AS), telah merilis laporan terbaru dengan judul “Cybersecurity Rediness Index 2024”, yang mengungkapkan kesiapan perusahaan dan organisasi dalam menghadapi ancaman keamanan siber pada tahun 2024. Laporan tersebut menyoroti fakta bahwa hanya 12 persen organisasi di Indonesia yang memiliki ketahanan terhadap risiko keamanan siber modern. Lebih dari setengahnya (53 persen) berada pada tingkat kesiapan pemula atau formatif.

Menurut Marina Kacaribu, Managing Director Cisco Indonesia, “Threat landscape saat ini lebih rumit daripada sebelumnya, dan organisasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, terus tertinggal dalam ketahanan siber mereka.” Kacaribu menambahkan, “Perusahaan perlu mengadopsi pendekatan platform yang akan memberikan tampilan yang sederhana, aman, dan terpusat dari seluruh arsitektur mereka untuk memperkuat posisi keamanan mereka dan mengambil keuntungan terbaik dari peluang yang ditawarkan oleh teknologi yang sedang berkembang.”

Secara global, hanya 3 persen perusahaan yang telah mencapai tahap matang dalam kesiapan keamanan siber. Meskipun demikian, perusahaan menjadi target serangan siber dengan berbagai macam modus operandi, termasuk phising, ransomware, serangan terhadap rantai pasokan, dan rekayasa sosial. Namun demikian, banyak organisasi yang kesulitan melindungi diri dari ancaman tersebut, terutama karena postur keamanan mereka yang terlalu kompleks.

 

Baca Juga: Peringatan! Paket Tidak Aktif di PyPI Terinfeksi Malware

 

Riset juga menunjukkan bahwa biaya ketidaksiapan dapat menjadi substansial, dengan 63 persen responden mengalami insiden keamanan siber dalam 12 bulan terakhir, dan 66 persen dari mereka menghabiskan setidaknya 300.000 dollar AS (sekitar Rp 4,7 miliar). Pendekatan tradisional dengan “Point Solution Overload” juga terbukti tidak efektif, dengan 91 persen responden mengakui bahwa memiliki banyak solusi titik melambatkan kemampuan tim mereka dalam mendeteksi, merespons, dan memulihkan diri dari insiden.

Tantangan kesiapan dihadapi dengan penggunaan perangkat tidak aman dan tidak dikelola, di mana sebagian besar perusahaan mengakui bahwa karyawan mereka mengakses platform perusahaan dari perangkat yang tidak dikelola. Kurangnya sumber daya manusia yang handal juga menjadi masalah, dengan 59 persen responden mengatakan bahwa organisasi mereka memiliki lebih dari 10 posisi terkait keamanan siber yang belum terisi.

Namun, ada kesadaran akan pentingnya investasi dalam keamanan siber, dengan 84 persen perusahaan berencana untuk meningkatkan infrastruktur teknologi dan informasi (TI) mereka dalam 12-24 bulan yang akan datang. Investasi tersebut meliputi peningkatan solusi yang sudah ada, penerapan solusi baru, dan investasi dalam teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI).

Jeetu Patel, Executive Vice President dan General Manager Security and Collaboration di Cisco, menyatakan bahwa organisasi saat ini perlu memprioritaskan investasi dalam platform terintegrasi dan mengadopsi kecerdasan buatan (AI) untuk mengubah keadaan menjadi menguntungkan.

 

Andhika R.

Andhika R.

Digital Marketing at Fourtrezz
Artikel Teratas