Rabu, 23 April 2025 | 5 min read | Andhika R
Serangan Siber NSA di Olimpiade Musim Dingin: China Tuduh AS Sabotase Infrastruktur Strategis
Hubungan bilateral antara China dan Amerika Serikat kembali memanas, kali ini dipicu oleh dugaan serangan siber yang dilancarkan oleh Badan Keamanan Nasional AS (NSA) selama Asian Winter Games pada Februari lalu. Pemerintah China menuding NSA melakukan operasi peretasan canggih yang menyasar sektor-sektor strategis, termasuk energi, transportasi, air bersih, komunikasi, dan lembaga pertahanan.
Insiden ini bukan hanya memperuncing konflik dunia maya antara dua kekuatan global, tetapi juga menyoroti semakin kompleksnya perang siber di era digital. Tuduhan ini dilontarkan di tengah perseteruan dagang, ketegangan politik, dan pembatasan akses budaya antara kedua negara.
Menurut laporan yang dirilis oleh kantor berita pemerintah China, Xinhua, selama pelaksanaan Asian Winter Games di Provinsi Heilongjiang, NSA diduga melakukan serangkaian serangan siber sistematis. Operasi ini ditujukan untuk:
- Menyabotase infrastruktur informasi penting
- Mencuri informasi rahasia
- Menyebabkan gangguan sosial
- Mengakses data pribadi atlet
Salah satu temuan penting menyebutkan bahwa serangan mencapai puncaknya pada 3 Februari, bertepatan dengan pertandingan hoki es pertama. Target utama termasuk sistem pendaftaran Asian Winter Games, yang menyimpan data sensitif para peserta dan staf penyelenggara.
“Badan Keamanan Nasional AS melancarkan serangan terhadap industri penting dan lembaga penelitian pertahanan nasional kami,” tegas Biro Keamanan Publik Harbin seperti dikutip Xinhua.
Investigasi dan Identifikasi Pelaku
Pihak kepolisian kota Harbin telah mengidentifikasi tiga individu yang diduga agen NSA dan memasukkan mereka ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ketiganya adalah:
- Katheryn A. Wilson
- Robert J. Snelling
- Stephen W. Johnson
Mereka dituduh melakukan berbagai serangan terhadap perusahaan-perusahaan teknologi China, termasuk Huawei, dan mencuri data strategis milik pemerintah dan sektor swasta.
Tak hanya individu, dua universitas ternama di Amerika Serikat University of California dan Virginia Tech
juga ikut disebut dalam laporan. Namun, tidak dijelaskan secara rinci bagaimana institusi akademik tersebut terlibat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, membenarkan bahwa pihaknya telah menyampaikan keluhan resmi kepada AS.
Baca Juga: Anomali Trafik DIY Capai Jutaan Setiap Hari, Ini Menjadi Peringatan!
“Kami mendesak AS untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dalam isu keamanan siber dan menghentikan tuduhan serta serangan tidak berdasar terhadap Tiongkok,” ujar Lin dalam konferensi pers, Rabu (16/4), dikutip dari Reuters.
Di sisi lain, Kedutaan Besar AS di Beijing hingga kini belum memberikan pernyataan resmi mengenai tuduhan tersebut. Namun, AS dalam beberapa tahun terakhir secara rutin menuduh China sebagai dalang di balik berbagai aksi peretasan global.
Laporan dari Xinhua menyebutkan bahwa NSA menggunakan sejumlah metode canggih untuk menyamarkan jejaknya, antara lain:
- Membeli alamat IP anonim dari berbagai negara
- Menyewa server jaringan di Asia dan Eropa
- Mengaktifkan backdoor pada sistem operasi Microsoft Windows
Teknik ini memungkinkan pelaku menyusup ke sistem target tanpa terdeteksi oleh perangkat keamanan lokal.
Tuduhan ini muncul saat AS baru saja mengumumkan dakwaan terhadap peretas asal China yang diduga menargetkan sejumlah badan penting, seperti:
- Badan Intelijen Pertahanan AS
- Departemen Perdagangan AS
- Kementerian luar negeri Taiwan, Korea Selatan, India, dan Indonesia
Sebagai respons, Beijing membantah tuduhan tersebut dan justru menuduh balik AS melakukan aksi spionase digital terhadap perusahaan teknologi dalam negeri mereka sejak Mei 2023.
Kedua negara kini saling tuduh atas pelanggaran keamanan digital, yang menandai eskalasi baru dalam perang siber global.
Serangan siber yang dituduhkan kepada NSA berpotensi berdampak luas, tidak hanya pada hubungan diplomatik, tetapi juga terhadap keamanan publik dan kepercayaan global terhadap penyelenggaraan acara internasional. Dampaknya antara lain:
- Kebocoran data pribadi atlet dan panitia
- Sabotase layanan publik dan infrastruktur kritis
- Ketegangan politik antarnegara
- Eskalasi perang informasi dan balas dendam siber
- Meningkatnya kecemasan publik terhadap privasi digital
Keamanan siber kini menjadi isu lintas sektor, dari olahraga, pendidikan, pemerintahan, hingga sektor bisnis global.
Pakar geopolitik dan keamanan digital dari Universitas Tsinghua, Prof. Zhang Wei, menyatakan bahwa konflik digital antara China dan AS telah memasuki fase baru, yaitu penggunaan serangan siber sebagai instrumen kekuasaan dan diplomasi.
“Serangan ini bukan sekadar gangguan teknis, tetapi bagian dari strategi kontrol informasi dan kekuatan ekonomi global,” ujarnya.
Prof. Zhang menambahkan bahwa solusi terhadap konflik ini tidak cukup dengan investigasi sepihak. Diperlukan pendekatan multilateral melalui kerjasama internasional dan penguatan kerangka hukum global, seperti Konvensi Budapest tentang Kejahatan Siber.
Regulasi Terkait dan Upaya Penanganan
China belum memiliki undang-undang spesifik seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di banyak negara Barat. Namun, beberapa peraturan penting telah diterapkan, di antaranya:
- Cybersecurity Law of the People’s Republic of China (2017)
- Data Security Law (2021)
- Personal Information Protection Law (2021)
Langkah strategis yang diambil pemerintah China untuk menghadapi serangan siber ini termasuk:
- Meningkatkan pengawasan digital
- Membangun pusat keamanan informasi nasional
- Meningkatkan kolaborasi antar lembaga, baik sipil maupun militer
- Mengedukasi publik tentang bahaya serangan digital
Kasus tuduhan serangan siber yang dilakukan oleh NSA terhadap China selama Asian Winter Games menunjukkan bahwa konflik dunia kini tidak lagi terbatas pada darat dan udara, tetapi telah meluas ke ruang maya. Ketegangan China-AS menjadi gambaran jelas bahwa keamanan digital kini setara pentingnya dengan pertahanan fisik.
Melindungi data, infrastruktur, dan identitas digital tidak bisa hanya mengandalkan teknologi. Diperlukan etika, transparansi, dan kerjasama global agar dunia maya tidak menjadi medan konflik baru yang merugikan masyarakat dunia.

Andhika RDigital Marketing at Fourtrezz
Artikel Terpopuler
Tags: Kebocoran Data, Keamanan Siber, Layanan Pemerintah, Perlindungan Data, Insiden Keamanan
Baca SelengkapnyaBerita Teratas
Berlangganan Newsletter FOURTREZZ
Jadilah yang pertama tahu mengenai artikel baru, produk, event, dan promosi.

PT. Tiga Pilar Keamanan
Grha Karya Jody - Lantai 3Jl. Cempaka Baru No.09, Karang Asem, Condongcatur
Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta 55283
Informasi
Perusahaan
Partner Pendukung



